Lensa Darbi

Monday, May 07, 2007

Ujian? Jangan Panik ...

Hasil ujian bisa jeblok bila tuntutan orangtua berlebihan.

Suara Feri (12 tahun) tak terdengar lagi. Ketika Hani melongok ke kamar, anaknya sudah tertidur. Buku paket sains menutupi wajahnya. ''Feri rajin membaca buku pelajaran,'' kata Hani tentang anak bungsunya yang dalam waktu dekat ini akan menghadapi ujian SD. ''Tapi, saya nggak bisa mendapat gambaran kesiapan anak itu.'' Hani khawatir, bila nilainya buruk Feri bakal kesulitan masuk SMP favorit.
Banyak orangtua menghadapi kekhawatiran yang sama. Apalagi ujian SMP juga ada di depan mata. Kendati mengalami kekhawatiran, orangtua, kata Dr T Priyo Widiyanto MSi, harus menyiapkan anak agar jangan sampai mengalami ketegangan berlebihan saat mengikuti ujian. ''Saya melihat dari pengalaman siswa SMA yang mengikuti ujian kemarin banyak yang stres. Bahkan siswa-siswa di salah satu SMA di Jawa Timur ada yang sampai melempari sekolah, karena mereka mengalami ketegangan,'' ungkap Priyo yang juga kepala Pusat Pelayanan Pers dan Konsultasi Psikologi ini.
Menularkan kepanikanOrangtua kerap membuat anak cemas. Sering kali, Priyo melihat orangtua menuntut anaknya yang menghadapi ujian 'harus ini', 'harus itu'. ''Bahkan ada orangtua yang menakut-nakuti nanti kalau anak tidak lulus nanti akibatnya begini atau begitu,'' ujarnya, mencontohkan.
Priyo mengingatkan para orangtua agar jangan menakut-nakuti anak di saat ujian sudah semakin dekat. ''Kalau orangtua bersikap demikian anak akan tegang.'' Menghadapi ujian, tak sedikit anak dipersiapkan dengan kegiatan bimbingan belajar di sekolah maupun di luar sekolah. Karena anak sudah lama bersiap diri, Priyo berpendapat, pada saat menjelang ujian, anak jangan dituntut untuk terus belajar. Justru pada saat ini orangtua harus melakukan banyak komunikasi dengan anak yang lebih rileks.
''Seperti halnya pada waktu anak-anak mau menghadapi ujian, saya katakan pada mereka bahwa jalani saja dengan enak. Kalian kan sudah mempersiapkan lama. Sekarang kita tinggal memohon kepada Tuhan agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam ujian,'' kata Priyo. Namun, biasanya pada saat menjelang ujian orangtualah yang malah panik. Kepanikan orangtua ini akan menular ke anak yang akan menjalani ujian, sehingga anak akan panik juga di saat ujian. Jadi, ia menambahkan, anak bisa menjadi korban kepanikan orangtua. Apabila ujian tinggal 1-2 hari lagi, pada saat ini anak tidak perlu dituntut harus belajar. Sebaiknya anak disarankan saja untuk membuka catatan yang ringan-ringan saja.
Memahami karakter ujianSaat mempersiapkan diri menghadapi ujian, Peggy Gisler dan Marge Eberts dalam Test Trouble, mengingatkan para orang tua agar memastikan sang anak tahu format ujian sebelum mulai belajar untuk menghadapinya. ''Jika tidak, dia perlu menanyakan pada guru untuk menghindari kejutan yang tak menyenangkan saat hari ujian,'' saran penulis buku Careers for Bookworms ini.
Agar berhasil pada berbagai jenis ujian, menurut dua guru senior AS yang aktif menulis artikel yang diterbitkan di media massa internasional ini, anak harus belajar mempersiapkan masing-masing dengan caranya sendiri. Apa sajakah itu? Pada materi ujian dengan jawaban ganda --multiple-choice dan menjodohkan-- jawaban yang benar sudah tersedia. Agar bisa berhasil dengan baik, anak harus bisa mengingat detail yang spesifik seperti tanggal, nama, dan definisi.
Hal yang sama untuk soal-soal yang membutuhkan jawaban singkat, ia hanya diharapkan untuk menulis jawabannya secara tepat. ''Daya ingat yang kuat dibutuhkan untuk menghadapi soal-soal semacam ini,'' tulis Gisler dan Eberts. Lain lagi soal-soal esai. Untuk menghadapi soal yang membutuhkan jawaban panjang ini anak perlu memahami gambaran besar suatu pengetahuan dengan rincian sebagai pendukungnya.
Tapi, di antara berbagai jenis soal, menurut Gisler dan Eberts, yang paling sulit untuk dipersiapkan adalah yang membutuhkan jawaban 'betul-salah'. Sebab, bisa berhubungan dengan antara isu besar dan fakta-fakta yang khusus. ''Banyak guru mengombinasikan beberapa jenis pertanyaan itu dalam ujian,'' kata mereka.
Secara logika bila anak belajar baik hasilnya akan mencerminkan upaya yang sudah dilakukannya. Namun, dalam wawancara dengan Republika, Priyo mengakui ada anak yang nilai ulangan sehari-harinya bagus, tetapi ketika ujian jeblok. Hal ini, katanya, salah satu penyebabnya adalah tuntutan yang lebih dari orangtua. ''Memang tuntutan orangtua terhadap anak itu berbeda-beda,'' ungkap dia.
Sebaiknya, saran Priyo, di saat menjelang ujian anak berlaku bak pemain sepak bola. Apa maksudnya? Di saat hendak ujian tidak bersikap ngoyo sekali. ''Kesalahan yang sering terjadi adalah pada saat detik-detik menjelang ujian, anak masih terus belajar sehingga akan menjadi tegang,'' ujar Priyo, ''Justru yang penting adalah menjelang detik-detik terakhir ujian, anak harus rileks.'' nri/poy/familyeducation.com ( ) http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=290395&kat_id=100

No comments: