Lensa Darbi

Monday, August 30, 2010

Simaklah Kajian Metafisika tentang Lailatul Qadar

Simaklah Kajian Metafisika tentang Lailatul Qadar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebagaimana dimaklumi bersama, Lailatul Qadar adalah sebuah fenomena yang penuh dengan misteri. Kapan waktunya tak ada kepastian tentang hal tersebut. Namun demikian, ada beberapa pakar dan ahli fisika mencoba menghitung kemukjizatan Lailatul Qadar itu dengan ilmu fisika.

Dalam ilmu fisika, kecepatan cahaya sama dengan 300 ribu kilometer per detik. Bila dikonversi ke menit, sama dengan 18 juta kilometer per menit. Jika dikalikan dengan satu jam, menjadi 1.080 juta kilometer per jam. Jika angka tersebut dikali dalam sehari semalam (24 jam), hasilnya sama dengan 25.920 juta kilometer. Kemudian, jika dikali dalam sebulan (30 hari), hasilnya sama dengan 777.600 juta kilometer. Jika seribu bulan, berarti sama dengan 777.600 miliar kilometer.

Lalu berapakah kecepatan cahaya rohani dalam versi metafisika? Albert Einstein, bapak fisika modern dan penemu teori relativitas menyebutkan, kecepatan cahaya energi adalah E=MC2 (2 adalah kuadrat). E adalah energi, M adalah massa sebuah benda, dan C adalah kecepatan konstan cahaya. Inilah yang kemudian disebut dengan teori fisika quantum.

Adapun teori quantum diungkapkan oleh Max Planck (1858-1947), Neil Borth (1885-1962), dan Wener Heisenberg (1901-1976). Mereka mengatakan, quantum adalah bagian elementer terkecil bersifat gelombang energi. Pergerakan quantum bukan linier memanjang sambung-menyambung, tetapi berupa loncatan quantum.

Dengan demikian, kecepatan cahaya rohani sama dengan 30 ribu triliun kilometer per detik. Jika cahaya biasa dalam seribu bulan kecepatannya sama dengan 777.600 miliar kilometer, kecepatan cahaya rohani per detik dalam seribu bulan mencapai 38.580,24691358024691358024691358 kilometer, yang menandakan lebih baik dari seribu bulan.

Sementara itu, kecepatan malaikat naik menghadap Allah dalam sehari kadarnya mencapai 50 ribu tahun perhitungan manusia. Lihat surah Al-Ma'arij [70]: ayat 4. "Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun."

Perpindahan malaikat dari alam malakut (dimensi cahaya) menuju ke alam nasut (dimensi partikel, manusia) tidak setiap saat dapat terjadi. Karena untuk berpindah dimensi, malaikat berarti melintasi cermin CP (C=charge conjugation, penolakan muatan dan P= parity, keseimbangan), dan memperlambat kecepatannya (kecepatan cahaya) mendekati kecepatan partikel. Ini sama dengan pengerahan energi secara kontinyu, yang kalau tidak sesuai prosedur yang ditentukan Allah, akan berakibat fatal (meledak, energy-overload).

Putaran ruang dalam kecepatan cahaya (300.000 km/s) adalah waktu mutlak. Ia adalah ruang bulat dan bukan lonjong. Bila benda bergerak dengan kecepatan cahaya, yang artinya sama dengan kecepatan putaran ruang atau waktu mutlak, benda itu akan membekukan waktu mutlak sehingga ia akan terlepas dari perhitung an waktu.

Sekarang, akan kita hitung usia seorang mukmin yang dikaruniai Allah Lailatul Qadar. Kita ambil contoh, bila si Fulan telah berusia 30 tahun, ia telah menjalankan ibadah Ramadhan semenjak usia 15 tahun, berarti ia telah menjumpai Lailatul Qadar sebanyak 15 kali. Selanjutnya, bila selama 15 tahun itu dikaruniai Lailatul Qadar oleh Allah sebanyak 12 kali saja (yang tiga tahun bolong-bolong), si Fulan tadi tidak lagi berusia 30 tahun, tetapi telah bertambah mengikuti persamaan Lailatul Qadar.

Rumusnya adalah U = Ui + (n x 83,4). U adalah usia hamba yang mendapatkan Lailatul Qadar (tahun), Ui adalah usia hamba mula-mula (tahun), n = orde Lailatul Qadar (tanpa satuan), dan 83,4 adalah 83 tahun tambah 4 bulan (seribu bulan). Dengan demikian, usia Fulan saat ini adalah U= 30 + (12 x 83,4) tahun yang berarti 1030,8 tahun, atau 1.030 tahun ditambah 8 bulan. Wallahu A’lam.
Red: irf Sumber : Republika

Tuesday, August 24, 2010

Hikmah Ramadhan

KHIDIR (KHIDIR)
Pertemuan antara Musa AS dengan Khidir adalah salah satu peristiwa yang penting di dalam kehidupan Musa AS. Hal ini dijelaskan dengan rinci di dalam Surat Kahfi. Latar belakang peristiwa ini diriwayatkan dari Hadits Bukhari oleh Abi-bin-Kaab RA.
Pada suatu hari Bani Israil bertanya kepada Musa AS, “Siapakah yang paling berilmu di dunia ini.” Beliau menjawab, “Aku adalah yang paling berilmu.” Allah SWT tidak menyukai jawaban ini. Musa AS diharapkan menjawab bahwa Allah SWT lah yang Maha Mengetahui. Oleh karena itu Allah SWT bermaksud untuk memberi lagi pelajaran kepada Musa AS seperti yang telah dilakukan Allah SWT kepada manusia terpilih lainnya. Allah SWT memberitahu Musa AS bahwa ada seorang hambaNya yang lebih berilmu dibandingkan daripadanya dan bahwa hamba ini berada ditempat dimana dua lautan bertemu. Musa AS sangat penasaran untuk belajar lebih banyak dari hamba ini. Musa AS memohon kepada Allah SWT untuk memberinya petunjuk lebih rinci mengenai tempat ini.
Allah SWT memerintahkan Musa AS untuk menaruh seekor ikan ke dalam sebuah baskom/panci dan berjalan menuju tempat dimana dua sungai bertemu. Orang berilmu itu akan berada ditempat dimana ikannya akan menghilang. Musa AS memulai perjalanannya dengan pelayan yang masih kecil Yusha bin Noon sampai mereka mencapai sebuah batu karang. Mereka berdua menyandarkan kepala dan beristirahat sementara di sana.
Ikan itu keluar dari baskom/panci dan masuk ke dalam laut. Jejak jalan ikan ini dengan menakjubkan telah menciptakan sebuah terowongan. Pelayannya melihat kejadian ini. Tetapi, ia kemudian lupa menceritakan kepada Musa AS tentang kaburnya ikan tersebut, jadi mereka terus berjalan melanjutkan perjalanannya selama satu hari satu malam lagi. Kemudian Musa AS memerintahkan pelayannya untuk mengeluarkan ikan tersebut karena ia sangat lapar. Keduanya merasa sangat kelelahan karena perjalanan tersebut. Pelayan itu berkata kepada Musa AS, “Aku lupa mengatakan bahwa ikan itu telah lepas ketika kita beristirahat di dekat batu karang tadi.” Musa AS menjawab, “Itu adalah tempat yang kita cari.” Jadi mereka kembali menuju batu karang tersebut. Disana mereka melihat Khidir. Musa AS menyapanya. Khidir bertanya, “Apakah kamu Musa AS dari Bani Israil?” Musa AS menjawab, “Benar, dan saya mohon engkau mau mengajarkanku beberapa pengetahuan yang kau miliki.”
Percakapan yang panjang terjadi antara Musa AS dan Khidir. Keterangan lebih rinci dari percakapan ini terdapat dalam Hadits dan juga di dalam Al Kahfi 62 - 82

Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini". Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya Rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku" Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu.
Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai Rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
Mari kita mencoba menarik beberapa pelajaran dari cerita Musa AS dan Khidir ini:
1. Janganlah membual, walaupun faktanya kelihatan benar.

2. Allah SWT tidak menjadi marah kepada manusia pilihanNya bila ia berbuat salah. Allah SWT kemudian memberinya tambahan pelajaran agar ia bisa lebih melihat sesuatu dalam warna sesungguhnya.

3. Musa AS sangat bersemangat untuk menimba pelajaran dari Khidir walaupun Allah SWT telah memberinya ilmu yang banyak. Jadi menimba ilmu adalah termasuk sunnah para Nabi.

4. Menimba ilmu memerlukan kerja keras yang banyak dan kesabaran. Jenis dari kesulitan bermacam-macam pada tiap kasus. Sebagai contoh, pelayan Musa AS lupa melaporkan kaburnya ikan waktu berada dekat batu. Mereka telah berjalan selama sehari semalam dan harus kembali ketempat semula, mengalami banyak sekali kesulitan dan kelelahan.

5. Seorang murid harus menunjukkan hormatnya kepada gurunya. Musa AS adalah seorang Nabi yang besar, tetapi ia menyapa gurunya, Khidir, dengan rendah hati dan penuh hormat.

6. Allah SWT hanya memberikan pengetahuan khusus dan terbatas kepada para NabiNya dan orang pilihanNya. Pengetahuan Allah SWT sendiri adalah tak terbatas. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ketika Musa AS dan Khidir berada di dalam perahu, seekor burung menghampiri. Burung itu beristirahat dipinggiran perahu dan meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berkata kepada Musa AS, “Perbandingan ilmu kita berdua dibandingkan dengan ilmu Allah SWT adalah seperti perbandingan air pada paruh burung itu dengan air di dalam laut.”

7. Nabi Musa AS mengajarkan kita tatacara bepergian. Ia menjelaskan kepada pelayannya tentang tujuan perjalanan mereka, serta tempat akhir perjalanan sebelum mereka memulai perjalannya. Kita harus membagi pengetahuan ini dengan pelayan kita. Sayang sekali banyak majikan yang menganggap hal itu sebagai merendahkan derajat mereka bila membagi pengetahuan perjalanannya dengan pelayannya.

8. Khidir berkata bahwa segala perbuatannya yang luar biasa itu adalah bukan kemampuannya sendiri. Allah SWT telah memberinya pengetahuan khusus yang tidak diberikan kepada Nabi Musa AS. Jadi segala bentuk pengetahuan adalah karunia dari Allah SWT. Ia memberikan karuniaNya kepada siapapun yang dipilihNya. Allah SWT mengetahui segala yang gaib dan kita amat terbatas dalam pengetahuan dan pemahaman kita.

Kita bersyukur kepada Allah SWT atas kehendakNya memberi kita petunjuknya yang rinci ini untuk kebaikan kita semua.
artikel dari : imtiazahmad.com

Monday, August 16, 2010

Kegiatan Ramadhan 1431 H

SDIT Darul Abidin- Depok
Senin ini, hari pertama siswa-siswi SDIT Darul Abidin melaksanakan kegiatan belajar mengajar di bulan Ramadhan 1431 H. Ceria, semangat, lemah, dan layu menghiasi wajah-wajah polos mereka, kembali bergulat dengan teman-teman seperjuangan membuat mereka senang dan gembira ketika bertemu kembali.

Kegiatan pertama yang dilakukan Ramadhan kali ini adalah Dhuha berjama'ah, kultum dan membaca almatsurat berjama'ah. setelah itu, mereka kembali ke kelas mereka masing-masing dan belajar bersama bapak/ibu guru, istirahat, kembali belajar selanjutnya sholat dzuhur berjama'ah, kemudian pulang pada pukul 13.00 WIB.

Kultum Ramadhan 1431 H
Dalam kultum hari pertama, Pak. Mas'ud mengingatkan kembali anak-anak untuk menjaga puasa mereka agar puasanya dapat diterima oleh Allah SWT, dengan menghindari berkata bohong, ghibah (gosip),  namimah (adu domba), memandang dengan syahwat, dan menghindari sumpah palsu. Karena lima kegiatan di atas tersebut dapat mengurangi bahkan menghapus pahala puasa kita. 

Pak. Mas'ud juga mengingatkan untuk senantiasa berbuat kebaikan, yakni membaca Al-Qur'an, Infak atau Shodaqoh, dan Dzikir atau do'a. Karena salah satu do'a yang tak ditolak oleh Allah SWT adalah do'anya orang-orang yang berpuasa sampai ia berbuka.

Gelorakan semangatmu..........


Monday, August 09, 2010

Pawai Tarhib Ramadhan SDIT Darul Abidin

Depok, 09 Agustus 2010.

Senin pagi ini, siswa-siswi SDIT Darul Abidin mengenakan seragam aneka rupa dengan balutan kain sarung dan jilbab panjangnya, dengan pakaian batik dan selendang kain, dengan kopyah haji maupun kerudung indah, dengan pernak-pernik pawai ramadhan.

Semangat dan keceriaan mereka menyambut Ramadhan 1431 Hijriyah kali ini, menggugah kita yang dewasa untuk terus lebih baik lagi dalam memaknai ibadah Ramadhan. Bapak/ibu guru dengan peralatan marawis, drumbband, dan kicir-kicir mengkoordinir siswa-siswi dalam menjelajahi jalan yang tampak becek, sehabis diguyur hujan besar semalam. 

Namun, semangat mereka tak menyurutkan langkah kaki mereka untuk mengajak sesama menunaikan ibadah Ramadhan dua hari lagi. Uang ditebar sebagai sedekah mereka untuk menyemarakkan Ramadhan sesekali permen-permen dibagikan untuk memeriahkan perjalanan.

Sesekali menghela nafas, sesekali mengelap keringat, sesekali meneriakkan takbir dan puasa Ramadhan. Air minum yang tergantung dileher seakan menjadi doping penguat perjalanan. Seakan teringat Rasulullah yang bersabda “Barangsiapa yang bergembira datangnya bulan Ramadhan, diharamkan Allah jasadnya menyentuh api neraka”. (An-Nasa’i)."

Ya Allah jadikan kami-kami ini hamba-hamba-Mu yang berbahagia dengan datangnya bulan suci Ramadhan, dan jadikan kami dapat lulus menghadapi Ramadhan dengan meraih ampunan dan surga-Mu. Amiin.mr

Kepada Bapak/Ibu guru, siswa-siswi, orang tua, staff dan karyawan, pengunjung lensadarbi dan pimpinan SDIT Darul Abidin kami ucapkan :
Selamat menunaikan Ibadah Ramadhan. 
Mohon maaf lahir dan batin. 
Semoga amal ibadah Ramadhan kita diterima oleh Allah SWT. Amiin
a

Thursday, August 05, 2010

Ramadhan Ceria

Ramadhan Di Babak Keempat Akhir Zaman

oleh Ustadz Ihsan Tandjung
Ramadhan Mubarok. Menjelang tibanya bulan Ramadhan, setiap orang beriman merasa berbahagia. Setiap pencinta al-khair (kebaikan) bersuka cita. Ada suasana penuh ketaatan dan kesucian yang sungguh dinantikan. Bukan rahasia lagi, bahwa sebagian besar ummat Islam mengalami perubahan penampilan bila sudah memasuki bulan penuh rahmat dan berkah Ilahi. Yang jarang muncul di masjid, tiba-tiba kita jumpai datang sholat ke masjid. Yang jarang membuka mushaf Al-Qur’an, sekonyong-konyong rajin tilawah. Muslimah yang tidak pernah menutup auratnya, mendadak tampil ber-jilbab. Subhaanallah.

Bahkan mereka yang biasa berbuat maksiat juga ”terpaksa” mengurangi perilaku tercelanya. Bukan karena ia sadar, tapi karena ada semacam keharusan untuk merahasiakan kemungkarannya. Ada kesungkanan untuk secara vulgar meneruskan dosanya. Sebut saja ada sejenis ”solidaritas” yang perlu ia tunjukkan di muka umum karena berada di dalam bulan suci. Ada semacam ketidak-leluasaan untuk meneruskan kemaksiatannya dibandingkan bila berada di bulan-bulan selain Ramadhan. Sungguh, bagi para penggemar kemaksiatan bulan Ramadhan merupakan bulan penuh siksaan batin dan penderitaan lahir. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Benarlah apa yang diucapkan Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dalam haditsnya berikut ini.
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “Bila tiba malam pertama bulan Ramadhan para syaithan dibelenggu, maksudnya jin. Dan pintu-2 Neraka ditutup dan tak satupun yang dibuka dan pintu-2 surga dibuka dan tak satupun yang ditutup dan ada penyeru yang menyerukan: ”Wahai para pencari kebaikan, sambutlah (songsonglah) dan wahai para pencari kejahatan, tolaklah (hindarilah).” (HR Tirmidzi)
Namun demikian, kita perlu menyadari bahwa keadaan dunia dewasa ini tidaklah sama dengan keadaannya di masa lalu. Sebut saja sepuluh, limapuluh apalagi seratus atau dua ratus tahun yang lalu. Hanya dalam beberapa tahun belakangan ini, secara cepat dunia telah mengalami penuaan mendadak. Dunia sudah tua renta. Ibarat seorang manula (manusia usia lanjut), dunia sudah berjalan membungkuk dengan menggunakan tongkat, rambutnya sudah banyak yang memutih beruban. Memang, semenjak limabelas abad yang lalu sewaktu diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ke muka bumi, dunia segera memasuki era Akhir Zaman. Mengapa? Karena Nabi Akhir Zaman telah diutus oleh Allah. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam merupakan penutup rangkaian para Nabi utusan Allah yang diperuntukkan bagi penutup para ummat. Beliau merupakan Nabi Akhir Zaman untuk kita, Ummat Akhir Zaman.
Dalam sebuah hadits panjang riwayat Imam Ahmad, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan ringkasan perjalanan sejarah Ummat Islam yang hidup di Akhir Zaman. Secara garis besar, beliau mengatakan bahwa bakal ada lima babak yang dilalui dalam sejarah ummat Islam di Akhir Zaman. Dari kelima babak tersebut kita telah menyaksikan tiga babak berlalu. Dan dewasa ini kita sedang menjalani babak keempat. Tinggal satu babak terakhir yang perlu disongsong kedatangannya.
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّا فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “Akan berlangsung babak (1) An-Nubuwwah (kenabian) di tengah-tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya (berakhir) bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung babak (2) kekhalifahan menurut sistim kenabian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung babak (3) kerajaan yang bengis selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung babak (4) pemerintahan yang menindas (diktator) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian akan berelangsung kembali babak (5) kekhalifahan menurut sistim kenabian. Kemudian beliau diam”.(HR Ahmad 17680)
Babak pertama dan kedua merupakan babak yang sangat ideal. Pada babak pertama ummat Islam langsung dipimpin dan dibimbing oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sedangkan babak kedua ditandai dengan munculnya empat orang Al-Khulafa Ar-Rasyidin (para khalifah yang terbimbing) yang terdiri dari sahabat-sahabat terbaik, yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibnul-Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhum ’ajma’iin. Keempat sahabat ini termasuk sepuluh sahabat yang dijanjikan surga oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Sesudah itu, pada babak ketiga ummat Islam mengalami kepemimpinan para raja-raja yang kebanyakan di antara mereka berlaku zalim. Namun demikian –walau jarang- ada juga yang adil seperti cicit Umar ibnul-Khattab radhiyallahu ’anhu, yakni Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Babak ketiga ditandai dengan silih bergantinya aneka kerajaan Islam. Namun secara garis besar ada tiga di antaranya yang sangat signifikan, yakni Dinasti Kerajaan Bani Ummayyah, Bani Abbasiyyah dan Kesultanan Turki Ustmani.
Setelah runtuhnya kekhalifahan terakhir yakni Kesultanan Turki Utsmani, maka duniapun memasuki babak keempat. Inilah babak dimana kita hidup dewasa ini. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa di babak keempat ini ummat bakal dipimpin oleh para Mulkan Jabriyyan (para penguasa yang menindas/memaksakan kehendak alias para diktator). Dan benar saja, semenjak ditinggalkannya babak ketiga, dunia segera menyaksikan bagaimana kepemimpinan yang semula berlangsung selama ribuan tahun di bawah kepemimpinan ummat Islam atas dunia, tiba-tiba Allah gilirkan dan serahkan kepada kaum kafir yang kemudian memaksakan kehendak mereka dan mengabaikan Kehendak Allah dan RasulNya. Belum pernah dalam sejarah Islam di Akhir Zaman kita merasakan keterasingan dari ajaran Islam sebagaimana yang kita alami dewasa ini. Kepemimpinan dunia dewasa ini diarahkan dari Barat yang notabene merupakan Judeo-Christian Civilization (Peradaban Yahudi-Nasrani). Segenap negeri kaum muslimin mengekor ke Barat. Keadaan ini telah di-Nubuwwah-kan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak dulu:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ
لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka?" (MUSLIM - 4822)
Babak keempat ini merupakan babak paling kelam dalam sejarah Islam. Ibarat sebuah filem, maka babak keempat merupakan potongan filem dimana jagoannya mengalami kekalahan sementara penjahatnya berada di atas angin. Di babak ini kaum muslimin dituntut untuk bersabar dan melipatgandakan kesabarannya menyaksikan kesewenang-wenangan kaum kuffar. Puncak dari kegelapan babak keempat ialah keluarnya puncak fitnah, yakni Dajjal. Dajjal merupakan tanda besar pertama yang menandakan semakin dekatnya Kiamat. Tidak mengherankan bila Ahmad Thomson, seorang penulis muslim berkebangsaan Inggirs, menyatakan bahwa dunia modern dewasa ini sedang mengokohkan dirinya menjadi sebuah Sistem Dajjal yang kian hari kian hegemonik dan mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan pemimpinnya yakni si mata tunggal Dajjal. Dan tidak mengherankan pula bila pada babak ini terjadi akselerasi kemunculan tanda-tanda kecil Kiamat yang umumnya berupa fenomena pelanggaran hukum Allah dan RasulNya. Sebab ini merupakan babak yang mendahului munculnya babak kelima dimana pada saat itu justru dunia akan menyaksikan kembali kedamaian dan keberkahan ketika diberlakukannya kembali hukum Allah dengan tegaknya babak (5) kekhalifahan menurut manhaj (sistim) kenabian.
يَخْرُجُ في آخِرِ أُمَّتي اَلمهَدِيُّ يَسْقِيهِ الله ُالْغَيثَ وَتُخْرِجُ الأَرضُ نَبَاتَهَا وَيُعْطِي المَالَ صِحَاحًا وَتَكْثُرُ المَاشِيَةُ وَتَعْظُمُ الأُمَّةُ يَعِيشُ سَبْعًا أَوْ ثَمَانِيًا يَعْنِي حُجَجًا
“Pada masa akhir ummatku akan muncul Al-Mahdi. Pada waktu itu Allah menurunkan banyak hujan, bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan banyak harta (penghasilan), banyak ternak, ummat menjadi mulia dan dia (Al-Mahdi) hidup selama tujuh atau delapan tahun.” (HR Al-Hakim 4:557-558)
Bila kita ikuti berbagai perkembangan situasi niscaya begitu banyak contoh nyata di sekitar kita yang membenarkan bahwa kita sekarang berada dalam babak paling kelam dalam sejarah Islam. Kaum muslimin banyak yang meniru pola hidup kaum Yahudi-Nasrani. Tidak bisa dipungkiri bahwa seluruh dunia dewasa ini berkiblat kepada kepemimpinan dunia yang berperadaban Yahudi-Nasrani. Kebanyakan pemimpin negeri muslim mengekor kepada mereka. Bahkan sistem hukum dan kemasyarakatanpun menjiplak sistem mereka. Apalagi di bidang budaya dan hiburan praktis kaum muslimin menikmati produk mereka sepenuhnya. Padahal Allah memperingatkan akibat yang bakal timbul jika tingkah mengikuti mereka dilestarikan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah : 51)
Setidaknya ada dua akibat yang Allah ancam akan menimpa kaum muslimin jika menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi role-model (kiblat kepemimpinan). Pertama, Allah katakan ”Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” Artinya, Allah tidak pandang lagi kita sebagai ummat Islam, melainkan menjadi bagian dari mereka (Yahudi dan Nasrani). Dan kedua, Allah memandang kita sebagai orang-orang yang zalim yang tidak layak memperoleh petunjuk-Nya.
Jika kedua akibat tersebut telah menjadi kenyataan, maka tidak mengherankan bilamana jumlah besar penduduk muslim di berbagai penjuru dunia tidak membawa serta pengaruh signifikan ajaran Islam yang dianutnya. Di samping itu kita menjadi faham mengapa dengan mudahnya kaum muslimin rela menanggalkan ideologi Islam dan menerima ideologi asing yang ditawarkan kaum Yahudi-Nasrani. Sebab mereka lebih tertarik mengikuti petunjuk kaum Yahudi-Nasrani daripada petunjuk Allah dalam menata kehidupan pribadi maupun kolektif.
Saudaraku, marilah kita bertekad menjadikan bulan Ramadhan tahun ini sebagai turning point (titik balik) agar kaum muslimin menelusuri kembali jatidirinya yang sejati. Marilah kita melaksanakan shaum (berpuasa) dalam arti sebenarnya. Kita menahan diri dari godaan para Mulkan Jabriyyan (para penguasa yang menindas/memaksakan kehendak alias para diktator). Jangan hendaknya giliran kepemimpinan kaum Yahudi-Nasrani di babak keempat perjalanan sejarah ummat Islam di Akhir Zaman membuat kita menjadi inferior (rendah diri). Sehingga kita menggunakan kaedah kaum kafir If you cannot beat them, then you join them (jika kamu tidak sanggup mengalahkan mereka, maka bergabunglah bersama mereka). Sekal-kali tidak, saudaraku...!! Marilah kita bersabar dalam beriman dan berislam di era paling kelam dalam sejarah Islam ini. Memang tidak mudah, tapi percayalah, hanya dengan berpegang kepada jatidiri Iman dan Islam yang diperintahkan Allah-lah kita bakal sanggup menyambut datangnya babak kelima, yakni tegaknya babak (5) kekhalifahan menurut manhaj (sistim) kenabian.
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran : 139)
Saudaraku, marilah kita mengembangkan mentalitas pemenang walaupun dalam realitanya kemenangan itu belum kita raih. Daripada mengembangkan mentalitas pecundang demi terpenuhinya mimpi seolah-olah sudah meraih kemenangan... Hasbun-Allahu wa ni’mal Wakiil. Ni’mal Maula wa ni’man Nashiir.
Wallahu a’lam bish-showwaab.

sumber dari: Eramuslim.com
 

Medali Tae Kwon Do SDIT Darul Abidin