Lensa Darbi

Friday, September 28, 2007

Yuk, Rame-rame Berhati dan Berbagi!

lensadarbi.blogspot.com
Kepedulian terhadap sesama yang ditunjukkan oleh siswa- siswi SDIT Darul Abidin dan guru, karyawan juga orang tua murid di sekolah dasar Darul abidin yang membuat gelaran bakti sosial, bukan suatu sikap yang ingin a pujian dari banyak orang atau sekadar menunjukkan eksistensi sekolah ini. Banyak dari guru dan orang tua (Panitia) yang ngerelain tenaga dan waktunya untuk bener-bener terjun langsung mempersiapkan acara ini dengan menyortir pakaian layak pakai, membawa bahan kebutuhan pokok (Sembako), atau uang juga mempersiapkan arena bazaar dan ruang pengobatan gratis untuk kaum dhuafa dan masyarakat sekitar SDIT Darul Abidin, mudah- mudahan kegiatan ini tulus dan ikhlas mengharap ridha Illahi apatah lagi ini bulan Ramadhan yang memang sudah Allah siapkan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan kita kepada Allah Rabb seluruh alam, tidak ada secuil pun niat untuk menyombongkan diri.

Wednesday, September 26, 2007

Ibu yang Berbahagia karena Putranya


oleh : ummi

Ummu Abdi binti Abdi Wud

Ummu Abdi memandangi putranya dengan haru. Sekilas senyuman membayang di bibirnya. Di hadapannya, sang putra yang memasuki usia remaja, Abdullah bin Masâ'ud, memperlihatkan memar di wajahnya dengan penuh kebanggaan. Betapa tidak, tadi dengan berani dia membacakan beberapa ayat dari surat Ar Rahman di hadapan Abu Jahal, Uqbah bin Abu Mu'aith, an-Naddhr bin al-Harist, dan Ubay bin Khalaf, para pembesar Quraysy yang sangat membenci ajaran Rasulullah SAW. Tak pelak, tindakan itu membuat mereka geram. Spontan mereka menampari Abdullah hingga pipinya memar dan berdarah. Peristiwa itu sempat menggegerkan Mekkah.

Kebanggaan Ummu Abdi pada anak sulungnya memang tiada pernah surut. Ada saja kejutan yang diberikan Abdullah untuknya. Hingga satu kejutan yang mengubah jalan hidup mereka.
Sebelumnya, Ummi Abdi sempat bingung memikirkan nasib keluarganya. Suaminya, Mas'ud bin Ghofil, telah lama meninggal dan tak mewariskan harta sedikitpun. Ia berjuang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya, Abdullah dan Utbah. Dan hari itu Ummu Abdi benar-benar kehabisan akal memikirkan cara mendapatkan sedikit uang untuk keperluan hidup mereka. Merasakan kesulitan sang ibu, Abdullah tak tinggal diam.'Ummi, aku bisa bekerja sebagai pengembala kambing di kota Mekkah,ujarnya. Ah, mungkin memang itu jalan keluarnya. Ummi Abdipun memberi izin pada Abdullah. Selanjutnya, Abdullah menjadi penggembala kambing Uqbah bin Mu'aith, seorang tokoh Quraisy. Ia mendapat gaji sebesar 2 dirham, yang amat besar nilainya bagi keluarga itu.

Setelah beberapa waktu bekerja, Abdullah pulang guna menyampaikan sebuah berita pada ibunya. Aku telah memeluk Islam, Ummi, kata Abdullah mantap.

Bagai petir di siang bolong, berita itu sungguh mengejutkan Ummi Abdi. Bagaimana mungkin anaknya telah jadi pengikut Muhammad, mengikuti ajaran yang paling dibenci penduduk Mekkah saat itu?

Apakah yang diserukan Muhammad? Kepada apa ia mengajak manusia?Pertanyaan beruntun ia lontarkan pada putranya.

Beliau mengajak kepada kebaikan dunia dan akhirat. Ia mengajak kepada kemuliaan akhlak, menyeru yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, dan mengajak manusia untuk menyembah Tuhan yang Esa.

Lalu, bagaimana dengan tuhan kita selama ini? Ummi Abdi masih tak yakin anaknya telah masuk Islam.
Itu hanyalah batu yang tidak dapat membahayakan dan tidak pula memberi manfaat,jelas Abdullah.

Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dijawab dengan sangat memuaskan. Mendengar semua itu, naluri kebenaran muncul pada diri Ummu Abdi. Apa yang dikatakan anaknya memang benar adanya. Pemikirannya yang mulai terbuka mendorongnya menanyakan satu pertanyaan lagi. Apa yang mesti aku lakukan untuk menjadi pengikut Muhammad?

Ucapkanlah, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya. 'Abdullah membimbing ibunya dengan haru. Akhirnya mereka bisa bersama dalam iman.

Sungguh, Ummu Abdi tak pernah berhenti bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniainya seorang putra seperti Abdullah bin Mas'ud. Anak yang telah membelanya di kehidupan dunia dan menyelamatkan kehidupannya kelak di akhirat. Di kemudian hari Abdullah bin Mas'ud menjadi salah seorang tokoh pembela Islam dan ahli tafsir kenamaan.
(Wirda Yanti)


Annida Online



Tuesday, September 25, 2007

Undangan Kajian Ramadhan



Kajian Ramadhan Akbar Interaktif

bersama Ustad Shofwan Al- Jauhari
“Gambaran Surga dan Neraka”

Rabu, 26 September 2007 (12.30 - 14.00)
Masjid Darul Abidin - Depok

Presented by :
SDIT DARUL ABIDIN

Adab Berdo’a

lensadarbi.blogspot.com

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orangyang menyombongkan diri dari dari menyembah-Ku akan masuk
neraka jahannam dalamkeadaan hina dina.”(QS,al-Mu`min:60)

“Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah maka Allah murka kepadanya.”
(HR.Tirmidzi)

Siapa yang tak pernah berdoa selama hidupnya? Pertanyaan di atas hanya
ingin mengingatkan bahwasanya sebagai makhluk yang lemah, kita pasti
memerlukan yang berKuasa atas diri ini baik ketika dalam keadaan susah
maupun senang. Hanya saja kebanyakan manusia hanya ingat kepada
Khaliqnya saat `terjepit` dengan berdoa agar cepat berlalu masalahnya.

Doa tidak sekedar takut (khauf) yang melahirkan jiwa tabah, berani dan
rasa harap (roja`) yang melahirkan jiwa yang optimis dan
menumbuhkanmotivasi tapi juga terdapat gelora cinta (mahabbah) yang
menghidupkan dan menerangi jiwa sehingga akan semakin mesra hubungan
dengan Allah sang Maha Kekasih.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka ,bertambah kuat imannya dan hanya kepada Rabb mereka
bertawakal.” (QS al-Anfal:2)

Kekuatan doa

Doa merupakan esensi jiwa yang harus disampaikan dari nurani terdalam
dengan penuh kesadaran, sehingga doa yang dilatunkan dapat melahirkan
kekuatan (energi) spiritual bagi orang yang berdoa.

Kaidah berdoa

Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar menyebutkan bahwa syarat
diterimanya doa :
1. mengkosumsi makanan halal dan
2. berusaha menjauhi perbuatan maksiat.

Dalam kitab Ihya“Ulumuddin,Imam al-Ghazali menyampaikan sepuluh metode
yang efisien dan efektif, yaitu:

1. Memilih waktu yang tepat dan memanfaatkan saat-saat mulia seperti
ramadhan,`Arafah,Jum`at dan saat sepertiga akhir di waktu sahur yang
merupakan mustajab
2. Memanfaatkan kondisi yang mustajab(terkabul) seperti kondisi
sujud,jihad,turun hujan dan diantara azan dan qamat.
3. Menghadap qiblat,menengadahkan tangan dan mengusap wajah saat
selesai.
4. Menyederhanakan suara dan menghindari suara keras.
5. Menyederhanakan bahasa doa dan lebih utama-bila takut salah
ucap-menggunakan doa alqur`an dan doa yang diajarkan atau dilakukan oleh
Nabi (doa matsurat yang diajarkan oleh Rasulullah saw.)
6. Penuh khidmat, khusyu` dan emosi jiwa.
7. Bersungguh-sungguh dalam memohon dan berharap yang disertai keyakinan
akan dikabulkan doanya.
8. Menekankan permohonannya dan dapat mengulanginya tiga kali tanpa
disertai prasangka akan lama dikabulkannya.
9. Memulai doanya dengan dzikir dan pujian kepada Allah serta shalawat
kepada Rasulullah saw.
10. Itikad tulus dan niat kuat untuk bertaubat
secara benar.

dari sini

Friday, September 21, 2007

Melacak Asal Ramadhan dan Syari’at Puasa

Kamis, 13 September 2007

Kecuali para ulama salaf, masih sedikit yang mengetahui arti dari Ramadhan dan datangnya perintah tentang puasa. Bagaimana sejarahnya?
Dalam kehidupan masyarakat khususnya kaum muslimin secara umum memang tidak aneh kaitannya Ramadhan itu dengan pelaksanaan amal ibadah yang bernama puasa. Namun masih sedikit yang mengetahui arti dari Ramadhan dan perintah puasa itu dalam meyakinkan dari hikmah kedua kata yang saling terkait itu sendiri yang tidak dapat dipisahkan. Terkecuali bagi mereka (kaum muslimin) yang menimba ilmu dari berbagai sumber para ulama salaf (terdahulu) yang penuh keikhlasan dan semangat jihadnya tak terputus karena demi materi semata. Sebaiknya alangkah sangat agung dalam keyakinan masyarakat awam (umum) untuk mengetahui hal itu. Kenapa kedua kata itu saling mengait dan tidak dapat dipisahkan? Karena perintah itu merupakan amaliyah individu bersifat perintah yang wajib dilaksanakan yang belum tentu orang lain dapat mengetahuinya, maka penegasannya pun datang langsung dari Sang Maha Pencipta agar seseorang itu benar-benar mangamalkannya. Jika tidak, Allah jualah Yang Maha Mengetahui terhadap amaliyah seseorang, Allah SWT berfirman:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS 2 Al-Baqarah: ayat 185]

Sebaiknya kita simak dari kalimat-kalimat ayat ini. Di dalam ayat ini ada kata Ramadhan yang berasal dari akar kata dasar r – m – dl, atau dalam huruf Arab terdiri dari huruf ra – mim – dlad asal kata (madli) ra-mi-dla yang berarti “panas” atau “panas yang menyengat”. Kata itu berkembang –sebagaimana biasa terjadi dalam struktur bahasa Arab– dan bisa diartikan “menjadi panas, atau sangat panas”, atau dima’nai “hampir membakar”. Jika orang Arab mengatakan Qad Ramidla Yaumunâ, maka itu berarti “hari telah menjadi sangat panas”.

Ar-Ramadlu juga bisa diartikan “panas yang diakibatkan sinar matahari”. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Ramadhan itu adalah salah satu nama Allah SWT. Dalam hal ini kalau melihat dari ayat tersebut di atas tidaklah mungkin diartikan nama Allah, karena pendapat ini memang lemah dan tidak memiliki argumentasi literal.

Itulah singkat dari pengartian istilah bulan Ramadhan diambil dari kalimat ramidla –yarmadlu, yang berarti “panas atau keringnya mulut dikarenakan rasa haus”. Keterangan-keterangan tentang lafadz Ramadhan ini disampaikan oleh Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Al-Razi (w. 721 H.) dalam kamus Mukhtarush Shihhah dan Muhammad bin Mukarram bin Mandzur Al-Mashrî (630 – 711 H.), yang terkenal dengan sebutan Ibnu Mandzur, dalam karya monumentalnya, Lisanul ‘Arab.

Sedangkan kata puasa dalam bahasa Arab disebut Shiyâm atau Shaum –keduanya sama-sama kata dasar dari kata kerja Sha-wa-ma–, yang secara etimologis berarti menahan dan tidak bepergian dari satu tempat ke tempat lain (Al-Syaukani, 1173 – 1255 H., Fathul-Qadîr). Shiyâm atau Shaum merupakan qiyâm bilâ ‘amal, yang berarti ‘beribadah tanpa bekerja’. Dikatakan ‘tanpa bekerja’ karena puasa itu sendiri bebas dari gerakan-gerakan (harakât), baik gerakan itu berupa; berdiri, berjalan, makan, minum dan sebagainya. Sehingga, Ibnu Durayd –sebagaimana dinukil dalam Al-Alusi– mengatakan bahwa segala sesuatu yang diam dan tidak bergerak, berarti sesuatu itu Shiyâm (sedang berpuasa).

Selain itu, puasa juga sebagaimana disebutkan di atas, berarti ‘menahan’ dari sesuatu pekerjaan. Dan ‘sesuatu’ perintah itu telah ditentukan oleh syari’at. Pemahaman intinya dalam syari’at, puasa memiliki pengertian tersendiri. Makna puasa yang “menahan” ini juga terlihat jelas tatkala jika menelusuri sejarah bahasa shiyâm atau Shaum.

Oleh Ibnu Mandzur, pakar sejarah bahasa Arab yang hampir tiada duanya, dalam hasil pelacakannya atas asal-muasal kata, mendefinisikan Shaum sebagai “hal meninggalkan makan, minum, menikah dan berbicara”. Definisi ini adalah definisi paling asli dan shahih dalam sejarah bahasa Arab. Juga cocok dengan keterangan Al-Qur’an, misalnya; pada kisah Sayyidah Maryam saat menjawab cemoohan-cemoohan orang-orang kepadanya.

”Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS 19 Maryam: ayat 26) Kata ‘puasa’ yang dimaksud Sayyidah Maryam pada ayat ini adalah “menahan untuk tidak bicara”.
Mengenai kata sifat ‘menahan’ menjadi titik atau letak perbedaan antara puasa dengan amal ibadah yang lainnya. Jenis apapun amal ibadah seseorang, pasti akan dapat diketahui dari sisi dhahir atau luarnya, seperti shalat, haji dan sebagainya. Tetapi, untuk mengamalkan puasa tidak bisa diketahui dan tidak bisa diperlihatkan dengan gerakan-gerakan dzahir atau fisik jenis apapun. Pantas jika Nabi Muhammad saw bersabda bahwa satu-satunya ibadah yang tidak bisa dicampuri adalah riya’ –memperlihatkan kebaikan tertentu– adalah dengan jalan puasa.

Jika memperhatikan dari keterangan-keterangan Ibnu Mandzur dan Al-Razi tersebut di atas, baik tentang arti dari Ramadhan maupun puasa, ada indikasi bahwa seolah-olah turunnya syari’at puasa, saling terkait dan bersamaan waktunya dengan kelahiran dalam bulan Ramadhan. Dalam keyakinan ilmiyahnya bisa dibenarkan, dikarenakan kedua kata itu memiliki relasi arti yang dekat dan saling bersentuhan, yaitu sama-sama ‘panas’ atau ‘kering’ yang disebabkan ‘berpuasa’.

Secara awam, ada sebuah pertanyaan yang sifatnya umum; sejak kapan pastinya bulan Ramadhan itu ada, dan sejak kapan pastinya puasa Ramadhan disyari’atkan, sehingga kedua perkataan itu mengaitkan syari’at dengan inti ma’nanya sebagai “panas, kering atau haus”? Dan sejak kapan puasa diberlakukan kepada umat manusia? Bagaimana pula dengan puasa-puasa terdahulu yang dilakukan tidak di bulan Ramadhan? Beberapa pertanyaan ini akan, insya Allah akan dibahas dengan menelaah kembali ayat Al-Qur’an yang menyangkut syari’at untuk melakukan puasa.

Di dalam ayat Al-Qur’an, Allah memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan ibadah puasa adalah terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 183 – 184, yang artinya, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” Ayat ini turun tanpa sebab tertentu, sebagaimana terjadi pada kebanyakan ayat-ayat ahkam –ayat yang berkenaan dengan hukum–, yang turun setelah ada peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi pada Nabi Muhammad saw atau para shahabat.

Kandungan ayat-ayat dalam surah Al-Baqarah ini adalah surah yang turun ketika Nabi Muhammad saw di Madinah (Madani) sebagai disebutkan sebuah informasi yang menyatakan “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”.

Pemahaman dari ayat ini di antaranya ada dua persoalan pokok yang menjadi bahan perbedaan pendapat di antara para ulama, khususnya para mufassir. Perbedaan pertama menyangkut kalimat “sebagaimana diwajibkan”. Ini menjadi persoalan karena munculnya pertanyaan; apakah kesamaan berpuasa yang diwajibkan atas kaum “sebelum kamu” adalah puasa di bulan Ramadhan, atau (kedua) kesamaan itu hanya meliputi hal syari’at berpuasa saja, sedangkan waktunya berada di bulan lain.

Titik utama dari persoalan ini, perbedaan timbul di antara dua pendapat. Yang pertama, dimotori oleh Sa’id bin Jabir ra (w. 95 H), yang cenderung mengartikan hukum tasybih (penyerupaan atau penyamaan) itu hanya pada kewajiban berpuasanya saja, dan tidak meliputi berapa lama dan pada bulan apa berpuasa. Pendapat ini berdasar pada realitas sejarah dimana masyarakat Jahiliyah masih mengenali syari’at tersebut, walaupun telah menjadi ‘sejarah’ serta tidak dilakukan di bulan Ramadhan yang sudah dikenal.

Bisa jadi pendapat ini menyandarkan kepada salah satu firman Allah SWT tentang bermacam-macamnya syari’at bagi masing-masing umat manusia, “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu --maksudnya: umat Nabi Muhammad saw dan umat-umat yang sebelumnya--, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” [QS 5 Al-Maa’idah: ayat 48].

Dan pendapat yang kedua lebih terfokus pemahaman pada lamanya hari berpuasa dan bulan yang diwajibkannya berpuasa. Pendapat kedua ini mengarahkan perhatiannya kepada ayat selanjutnya pada surah Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi, “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” [ayyâman ma’dûdât]. Dengan demikian, secara global ulama kelompok ini berpendapat bahwa puasa Ramadhan sebagaimana kaum muslimin melakukan selama ini telah diwajibkan kepada umat-umat yang terdahulu.

Dasar pendapat ini tentu banyaknya riwayat yang menjelaskan tentang hal itu, yang antara lain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Umar ra (w. 73 H), sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir (701 – 774 H) yang dalam tafsirnya memuat, bahwa Nabi saw bersabda “Puasa bulan Ramadhan telah diwajibkan oleh Allah SWT atas umat sebelum kamu”.
Keterangan pada pendapat yang kedua ini masih terjadi ikhtilaf (perbedaan), apakah selama “beberapa hari yang tertentu” [ayyâman ma’dûdât] berpuasa —yang diwajibkan pada kaum dahulu itu— adalah berupa sebulan penuh dalam Ramadhan atau bulan-bulan lainnya?

Terhadap pendapat yang kedua ini, intinya memuat ikhtilaf dua pendapat, pertama menyatakan bahwa puasa yang disyari’atkan pada ummat terdahulu adalah berupa puasa selama tiga hari pada setiap bulan. Abdullah bin ‘Abbas sa (w. 69 H) mengatakan, ”Syari’at sebelumnya adalah puasa tiga hari setiap bulan, lalu syari’at ini di-nasakh dengan syari’at yang baru, melalui surah Al-Baqarah ayat 185” (Tafsîr Zâdl Mashîr). Pendapat yang kedua mengklaim bahwa “hari-hari tertentu” yang dimaksud adalah bulan Ramadhan itu sendiri. Jadi, pada bulan Ramadhan jugalah umat-umat dahulu diwajibkan berpuasa.

Al-Suday menyatakan bahwa orang-orang Nasrani sebenarnya telah memiliki syari’at puasa di bulan Ramadhan, tetapi karena mereka merasakan berat, maka mereka kemudien merubahnya dengan berpuasa di waktu antara musim dingin dan musim panas, serta menambah beberapa hari. Beberapa hari tambahan itu dengan perincian masing-masing sepuluh hari sebelum dan sesudah bulan yang disepakati ulama mereka. Sehingga, mereka berpuasa selama lima puluh hari. Ibnu Jarir (224 – 310 H) secara lebih berani meyakini seyakin-yakinnya adanya syari’at puasa di bulan Ramadhan bagi Nasrani (Tafsîr ath-Thabari).

Sedangkan agamawan Yahudi, yang juga memiliki syari’at puasa di bulan Ramadhan, menggantinya dengan puasa sehari dalam setahun. Hal itu, dalam informasi yang dimiliki Syihabuddin Al-Âlusi (w. 1270 H), penulis Tafsîr Ruhul Ma’âni, merupakan klaimnya bahwa hari itu adalah hari tenggelamnya Fir’aun dan tentaranya di laut Merah.

Perbedaan kedua –dalam menelaah ayat syari’at puasa itu– adalah tentang siapa yang dimaksud dengan “orang-orang sebelum kamu”. Pendapat pertama mengatakan yang dimaksud adalah orang-orang ”ahlul kitâb”, yaitu mereka-mereka yang masih berpegang kepada kitab agama-agama sebelum Islam (Yahudi dan Nasrani). Pendapat kedua menyebutkan kaum Nasranilah yang dimaksud ayat itu. Sedangkan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa ayat itu memaksudkan seluruh umat-umat manusia sebelum umat Muhammad saw.

Dalam kitab Perjanjian, salah satunya di Ezra 8:21, memang diinformasikan secara indikatif adanya syari’at puasa dalam Kristen, tetapi tidak secara terperinci disebutkan apa yang dimaksud dengan puasa, selama berapa lama dan diwajibkan pada bulan apa. “Kemudien di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami”. Sampai saat ini di antaranya belum ditemukan keterangan-keterangan lain di kitab Perjanjian yang menerangkan lebih jauh tentang puasa tersebut.

Selain itu dalam konteks sejarah yang lain, syari’at puasa nampaknya benar-benar menjadi syari’at setiap ummat. Sayyidah ‘Aisyah radliyallaau ’anha menceritakan –seperti yang diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Urwah– bahwa orang-orang Quraisy biasa menjalankan puasa di bulan ‘Asyura, walaupun sehari saja. Namun sejak diutusnya Nabi Muhammad saw, puasa dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Puasa di bulan ‘Asyura masih disyari’atkan tetapi berada dalam status sunnah.

Juga masih ada riwayat lain yang menerangkan tentang syari’at puasa pada ummat dahulu. Ad-Dlahâk, dalam riwayat Ibnu Abi Hatim mengatakan, bahwa puasa pertama kali disyari’atkan di zaman Nabi Nuh ’alaihis salam, dan masih tetap berlangsung hingga zaman nabi Muhammad saw. Syihabuddin Al-Alusi (w. 1270 H), penulis Tafsir Ruhul Ma’âni, dengan dasar hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Umar itu, lebih percaya bahwa puasa Ramadhan disyari’atkan sejak Nabi Adam ’alaihis salam. Az-Zamakhsari (467 – 538 H) melalui telaahnya atas asal usul bulan Ramadhan juga menegaskan bahwa puasa adalah amal ibadah yang sudah lama [‘Ibaadah Qadiimah].

Dengan melihat dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Umar dan beberapa riwayat lain serta melihat proses turunnya syari’at yang tanpa diawali sebab-sebab tertentu serta beberapa hal lain –yang semuanya telah disinggung di atas, nampak jelas bahwa “puasa pada bulan Ramadhan” telah disyari’atkan kembali kepada manusia – tidak hanya kepada ummat Muhammad saw– setelah sebelumnya dibelokkan oleh umat-umat terdahulu.

Hal ini mafhumnya lebih bisa diterima karena kemunculan Nabi Muhammad saw adalah meluruskan dan memperkuat kembali syari’at-syari’at dari Allah yang –sebagaimana difirmankan di dalam Al-Qur’an– telah ditahrif atau diselewengkan oleh umat-umat terdahulu. Demi pelurusan dan penguatan syari’at pada era Islam saat ini berkembang melahirkan dugaan dari para sarjana Barat, bahwa syari’at agama Islam tidaklah murni melainkan mengadopsi dari agama-agama sebelumnya. Inilah yang akhirnya banyak kaum muslim terjebak dalam pemurtadan oleh pemahaman Barat.

Ikhwal mengenai kata Ramadhan, sebagaimana tersurat dalam hadits Nabi saw di atas –riwayat Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu anhu– dan juga surat Al-Baqarah ayat 185, dirasa istilah itu mengikuti budaya Arab yang sudah mengenal tradisi ber-Ramadhan. Yang maksudnya adalah, ketika Al-Qur’an atau Nabi Muhammad saw menyebut kata Ramadhan, masyarakat sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Bahkan dalam konteks struktur bahasa Arab, kata ini sudah menjadi Ism ghoiri munsharif. Yang artinya dan maksud kata itu sudah cukup terkenal dan tidak perlu lagi mengikuti qaidah-qaidah gramatikal bahasa Arab.

Inti dari singkat penjelasan di atas adalah bisa difahami dan memastikan pula bahwa bulan Ramadhan itu ada, setidaknya sejak syari’at puasa diturunkan kepada ummat manusia. Karena, arti Ramadhan itu sendiri adalah waktu dan/atau keadaan suatu hal dimana seseorang merasakan panas, mulut terasa kering dan tenggorokan terasa haus, yang dikarenakan sedang berpuasa. Sehingga dengan sendirinya dan secara otomatis, bulan atau waktu dimana orang melakukan puasa disebut bulan atau waktu Ramadhan, yaitu saat yang panas, kering dan haus.

Demikianlah sekedar telaah untuk menambah pengetahuan bahwa syari’at puasa memang sudah menjadi syari’at bagi setiap ummat manusia. Dan di antara sekian macam syari’at, hanya ibadah puasa merupakan ibadah kontemplatif. Hal ini bisa dibenarkan, karena dalam sebuah hadits Qudsy, Allah SWT telah berfirman, “Seluruh amal ibadah anak-anak keturunan Adam diperuntukkan kepada pelakunya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa adalah untukKu, dan Aku mengganjar karenanya”. Sehingga dengan pernyataan Allah SWT itu, Imam al-Qurthubi (627 – 671 H) dalam tafsirnya mengatakan bahwa ‘puasa merupakan (komunikasi) rahasia antara hamba dengan Tuhannya’. Sudah selayaknya sangat bisa diterima jika Shuhuf-nya Ibrahim ‘alaihis salam, Taurat untuk Musa ‘alaihis salam, Injîl untuk Isa ‘alaihis salam dan Al-Qur’an pun turun pertama kali pada bulan Ramadhan, bulan saat para pembebas sedang berkontemplasi. [M. Masdum Muharram, penulis sekarang di Riyad/www.hidayatullah.com]

Thursday, September 20, 2007

Album Dian Pinru PANDU SDIT Darul Abidin

lensadarbi.blogspot.com

Riang, cemas, takut, tegang, fun, berani, bertanggung jawab, mandiri dan gembira, semuanya ada disini.....

Gladian Pimpinan Regu Pandu SDIT Darul Abidin.....
Ayo bersemangat.......




Selamat dan Sukses Tuk Zahra

Congratulations and Success
To Raihan, Farah, dan Alief
" 3rd Winner Story Telling Contest"
"The English Olympic Games" at BBC
September 2007

Sedekah Penyempurna Puasa

Oleh : Yusuf Mansur,
Pemimpin Pesantren Daarul Quran

Puasa dan sedekah adalah sama-sama ibadah untuk melembutkan hati, meraih pertolongan-Nya, dan menggapai ridha-Nya. Manusia berasal dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, maka semestinya ia ''mewarisi'' juga sifat-Nya ini. Tapi yang terjadi sebaliknya; pelit, serakah, tidak mau berbagi, dan tidak mampu meraba penderitaan orang.


Sedekah adalah salah satu cara berbagi. Di sisi lain, sedekah juga mampu mendatangkan ampunan Allah, menghapus dosa, melembutkan hati, dan menghapus kesalahan serta menutup keburukan. Sedekah bisa mendatangkan ridha Allah, dan sedekah bisa mendatangkan kasih sayang dan bantuan Allah. Inilah sekian fadilah sedekah yang ditawarkan Allah bagi para pelakunya.


Itulah bukti Mahakasih Allah. Dia datang menawarkan bantuan-Nya, menawarkan kasih sayang-Nya, menawarkan ridha-Nya terhadap ikhtiar kita, dan menawarkan ampunan-Nya. Lebih-lebih di bulan Ramadhan ini, bulan di mana doa terkabul, amal ibadah akan dilipatgandakan pahalanya, dan dosa-dosa diampuni. Kepada siapa Allah bisa berikan ini semua? Kepada siapa yang mau berpuasa dan kepada yang mau membantu orang lain. Kepada yang mau peduli dan berbagi.


''Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan lagi pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada-Nya) serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.'' (QS Allail [92]: 5-11).


Sedekah hanyalah salah satu cara dan kunci rahasia untuk bisa dicintai dan dikasihi Allah Yang Maharahman Maharahim, Maha Pengasih Maha Penyayang. Kasih sayang-Nya adalah kesenangan, kasih sayang-Nya adalah ketenangan, kasih sayang-Nya adalah keindahan dunia dengan segala isinya, dan kasih sayang-Nya adalah surga dengan segala kenikmatan di dalamnya. Sedekah sungguh ajaib! Ketika baru mulai berniat saja [belum melakukan], hawa sejuk sudah mengalir dalam tubuh kita. Kesejukan itu juga berhembus demikian segarnya di hati dan pikiran.


Mari mentradisikan diri untuk selalu berbagi. Kita mungkin sedang kesusahan. Tapi pasti ada yang lebih susah. Kita mungkin sedang kesulitan, tapi pasti ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tapi barangkali ada yang lebih sedih. Terhadap mereka inilah Allah minta kita memperhatikan jika ingin diperhatikan. Karena sebenarnya kitalah yang membutuhkan kehadiran orang-orang susah, orang-orang miskin dan orang-orang papa.
Semoga kehidupan yang lebih membahagiakan dan lebih menenangkan berkenan mampir di kehidupan kita. Berbagi rasa inilah kekayaan dan kebahagiaan yang sebenarnya. Mari sempurnakan puasa kita dengan berbagi.
lensadarbi.blogspot.com

Wednesday, September 12, 2007

Khutbah Rasulullah SAW Menjelang Ramadhan

Ketika Ramadhan akan tiba, Rasulullah SAW dan para sahabat menyambutnya dengan sangat gembira laksana tamu istimewa. Beliau pun menyerukan beberapa nasihat kepada kita tentang apa yang harus dilakukan di bulan yang penuh berkah ini. Inilah seruannya…“

Wahai manusia!
Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah,
rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah.
Hari-harinya adalah hari-hari paling utama.
Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama.
Jam demi jamnya adalah jam-jam paling utama.


Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan-Nya.
Di bulan ini napas-napasmu menjadi tasbih, tidurmu adalah ibadah,
amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah.
Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca kitab-Nya.


Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini.
Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari Kiamat.
Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.
Muliakanlah orang-orang tuamu, sayangilah yang muda,
sambunglah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu,
tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal untuk kamu memandangnya,
dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarkannya.


Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.
Bertobatlah kepada Allah dari dosa-dosamu.
Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hambanya dengan penuh kasih;
Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya,
menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya,
dan mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.


Wahai manusia!
Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu,

maka bebaskanlah dengan istighfar.
Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa)-mu,
maka ringankanlah dengan memperlama sujudmu.
Ketahuilah! Allah ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud,

dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka
pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb Al-'Alamin.

Wahai manusia!
Barangsiapa di antaramu memberi buka kepada
orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini,
maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan
seorang budak dan ia diberi ampunan atas dosa-dosanya yang lalu.
(Sahabat-sahabat bertanya,
" Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian."
Rasulullah meneruskan) Jagalah dirimu dari api neraka
walaupun hanya dengan sebiji kurma.
Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.


Wahai manusia!
Siapa yang membaguskan ahlaknya di bulan ini
ia akan berhasil melewati sirath pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
Barangsiapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari Kiamat.
Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini,
Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini,
Allah akan memuliakannya pada hari ia berjumpa dengan-nya.


Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahim) di bulan ini,
Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini,
Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini,
Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka.
Barangsiapa melakukan shalat fardhu baginya adalah
ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardhu dibulan yang lain.
Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini,
Allah akan memberatkan timbangan (kebaikan) nya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa pada bulan ini membaca satu ayat Al-Qur’an,
ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Qur'an pada bulan-bulan yang lain.


Wahai manusia!
Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu,
maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu.
Pintu-pintu neraka tertutup,
maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu.
Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.
Amirul Mukminin r.a. berdiri dan berkata,
"Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?"
Jawab Nabi, “Ya abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah
menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah.




"Marhaban Ya….Ramadhan!!

lensadarbi.blogspot.com
MR

SELAMAT BERIBADAH RAMADHAN

lensadarbi.blogspot.com
Assalamu Alaikum
Selamat datang kepada semua pengunjung blog Lensa Darbi (Blog Silaturrahim SDIT Darul Abidin). Semoga Ayah Bunda berada dalam berkah dan rahmat Allah sepanjang masa. Pada Kamis esok, seluruh umat Islam akan menyambut bulan Ramadhan. Seluruh umat Islam diwajibkan untuk berpuasa sepanjang bulan tersebut.
Dikesempatan ini, izinkan kami segenap keluarga besar SDIT Darul Abidin mengucapkan Selamat Menyambut Ramadhan Al-Mubarak dan Selamat Berpuasa kepada semua umat Islam di seluruh dunia umumnya dan di Negeri Indonesia khususnya. Alhamdulillah kita diberikan kesempatan dan umur yang panjang oleh Allah untuk bertemu dengan bulan Ramadhan ini. Semoga kita semua dapat mengambil kesempatan untuk meningkatkan lagi amal ibadah kita di sepanjang bulan tersebut. Selain berpuasa kita juga digalakkan melakukan ibadah sunnah yang lain seperti Shodaqoh, bertadarus Al-Quran, Qiamullail dan sebagainya. Diharapkan ia menjadikan kita seorang insan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Sejak minggu kemarin hingga ke pertengahan bulan Ramadhan nanti SDIT Darul Abidin mengadakan Program Bakti Sosial Ramadhan 1428 H dengan berbagai kegiatan seperti: Pengobatan Gratis, Gelar Bazar Barbequ (barang bekas berkualitas) untuk Dhuafa di seluruh wilayah sekitar SDIT Darul Abidin. Untuk meringankan beban mereka menyambut tibanya bulan Ramadhan dan juga Hari Raya Idul fitri kelak. Semoga bantuan tersebut dimanfaatkan sepenuhnya oleh mereka bagi tujuan yang baik tersebut.
Panitia Persada 1428 H (Pesantren Ramadhan Sekolah Dasar Islam Terpadu Darul Abidin 1428 H) juga telah menyiapkan berbagai kegiatan menyambut dan menyemarakkan bulan Ramadhan tahun ini, dengan berbagai kegiatan, diantaranya: Tarhib Ramadhan (Kajian menyambut Ramadhan, Pawai, Bertemu Munsyid), Ifthor Jama'i (Buka Puasa Bersama), Persada Siswa, Sehari- hari dibawah naungan Al- Qur'an (Sedinar), Persada Guru dan Orang tua (Pelatihan Penyelenggaraan Jenazah), kajian Islam (Gambaran Surga dan Neraka), dll.
Dan Shoutbox dibagian bawah blog Lensa Darbi ini juga dapat secara percuma digunakan oleh semua pengunjung Lensa Darbi ini untuk mengucapkan Ramadhan kepada sahabat, Guru, Orang Tua, dan keluarga yang lain. Semoga sarana ini digunakan sebaiknya oleh semua umat Islam untuk merapatkan ukhuwah sesama kita.

Izinkan kami, Segenap keluarga Besar SDIT DARUL ABIDIN dan KOMITE SEKOLAH SDIT DARUL ABIDIN DEPOK mengucapkan "Selamat Menunaikan Ibadah Ramadhan 1428 H".

Semoga bulan suci ini bisa menjadi Madrasah Ruhaniyah bagi seluruh pejuang Pendidikan Islam, Amien.

Sekian dan terima kasih.

Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Presented By Pengelola Blog (Mr)

Tuesday, September 11, 2007

Kerendahan Hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar,
tetapi belukar yang baik,

yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput,
tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan


Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya,
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air


Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….

Bukan besar kecilnya tugas
yang menjadikan tinggirendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri


* ) Diambil dari sumber-sumber terbuka di Internet.

Copyright pada pengarang (Taufik Ismail)

Monday, September 10, 2007

Menyambut Ramadhan



Oleh : Nur Faizin M
Pertengahan Sya'ban sudah kita lewati, sebentar lagi Ramadhan akan segera menjumpai. Ramadhan adalah bulan yang paling utama di antara bulan-bulan Islam lainnya.
Secara alami, apabila kita mendapat kabar bahwa seseorang yang sangat mulia dan terhormat akan datang, pasti kita akan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangannya. Maka, saat Ramadhan yang sangat mulia dan suci menjelang, sudah seharusnya kita mempersiapkan segala-galanya demi menyambut kedatangannya.


Sahabat Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda dan berdoa, ''Ya Allah, berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.''
Apabila Rasulullah SAW yang seluruh hidupnya adalah untuk menggapai keridhaan Allah SWT masih menantikannya, maka bagi kita yang belum bisa istiqamah di atas jalan-Nya, tentu sudah seharusnya menanti-nantikan datangnya bulan Ramadhan yang suci itu. Penantian tak hanya dengan diam, ia harus dibuktikan dengan mempersiapkan jiwa serta raga untuk menyambutnya.


Dalam menyambut Ramadhan, jiwa seorang Muslim harus selalu dalam keikhlasan: Merasa bahwa puasa yang akan dilaksanakannya merupakan pelatihan dan pelajaran, bukan cobaan atau ujian. Bila puasa dianggap sebagai pelatihan dan pelajaran, tentu hati akan senang dan ikhlas dalam melaksanakannya.


Persiapan jiwa dan raga menyambut puasa sangat penting. Sebagian ulama dari salah satu madzhab fikih berpendapat bahwa puasa setelah nisfu Sya'ban hukumnya makruh. Alasan yang rasional adalah karena puasa di hari-hari tersebut dapat mengurangi kesiapan raga dalam menyambut bulan Ramadhan yang seharusnya disambut dengan penuh persiapan untuk melalukan segala bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.


Namun yang terpenting adalah menguasai dan mempraktikkan ''ilmu'' puasa pada waktunya nanti. Puasa tak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mempunyai syarat rukun dan etika-etika yang harus dipatuhi selama berpuasa. Seseorang yang belum memiliki ilmu berpuasa, selain menunjukkan ketidaksiapan, juga dihawatirkan tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.


Mempelajari ilmu puasa menjadi sangat penting di saat-saat menjelang bulan Ramadhan datang. Mempelajari ilmu setiap ibadah adalah kewajiban setiap orang yang akan melaksanakan ibadah tertentu agar benar dan sesuai tuntunan syariat. Sebagaimana calon jamaah haji yang harus berkali-kali latihan manasik sebelum mereka berangkat ke Tanah Suci, maka begitulah semestinya kita menyiapkan diri menyambut Ramadhan.


MR

Selamat untuk Raihan , Farah, dan Alief

Congratulations and Success
To Raihan, Farah, dan Alief
" 3rd Winner Spelling Contest"
"The English Olympic Games" at BBC
September 2007

Friday, September 07, 2007

Menjelang ramadhan, udah persiapan belum?

Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khottob radiallahuanhuma dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan. (Riwayat Tirmizi dan Muslim)

Tak terasa, kurang dari satu bulan lagi, kita akan kembali berjumpa dengan bulan Ramadhan yang mulia. Sudahkah bapak ibu dan anak - anak kita mempersiapkan segala sesuatunya? Ada sebuah penggalan nasyid yang cukup menggelitik …
Menjelang berbuka, duduk di depan meja, menatap makanan yang tersedia
Kolang-kaling, kolak pisang, es buah, begitu banyak lauk lainnya
Pintu diketuk disangka bunyi beduk, makanan langsung aja diseruduk
Perut pun kembung, pikiran melembung, waktu sholat roka’at lupa hitung

Alih-alih mendapatkan manfaat Ramadhan yang salah satunya untuk menyehatkan fisik kita, justru Ramadhan malah semakin meningkatkan kadar lemak di tubuh kita. Untuk itu, agar ibadah di bulan Ramadhan kita bermanfaat, paling tidak ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan.

Yang pertama adalah persiapan Iman. Bulan Ramadhan sudah semestinya bulan untuk beramal, dan Iman adalah ibarat energi yang menggerakkan ibadah kita di bulan Ramadhan. Seperti halnya olimpiade, semestinya para atlet latihan olah raganya jauh-jauh hari sebelum Olimpiade berlangsung, begitu pula dengan ibadah Ramadhan. Jangan ”latihan bertempurnya” justru saat bulan Ramadhan. Sudah pasti kita akan dikalah kan?
Yang kedua adalah persiapan fisik. Sebelum ”puasa beneran”, kita latihan puasa dahulu. Rasulullah SAW membiasakan diri beliau untuk banyak berpuasa sebelum bulan Ramadhan. Sehingga ketika memasuki Ramadhan, puasanya menjadi puasa yang terbaik. Kalau kita baru latihan ”puasa beneran” saat awal Ramadhan, bisa-bisa Ramadhan berakhir dengan ”puasa beneran” yang baru akan didapat. Rugi satu bulan kan ?

Yang ketiga adalah persiapan ilmu. Mau bermain sepak bola, tapi nggak tahu peraturannya? Bukan kiper tapi kerjaannya menangkap bola dengan tangan. Sudah pasti wasit akan menyempritnya kan? Pun, puasa demikianlah halnya. Jangan-jangan kita puasanya nggak benar. Hadirilah Tarhib Ramadhan dan kajian/pengajian yang membahas tentang fiqh puasa, amalan-amalan di bulan Ramadhan dan lain sebagainya. Sehingga puasa dan amal kita menjadi amalan yang baik dan benar.

Yang terakhir adalah persiapan biaya. Kenapa dengan biaya? Apakah kita akan banyak mempersiapkannya untuk membeli buka puasa? Tentu tidak, Ramadhan adalah saat yang tepat untuk berbagi. Allah SWT telah berjanji untuk melipatgandakan seluruh Infaq dan shadaqah kita di bulan Ramadhan ini. Dan jangan lupa untuk membayar zakat fitrah kita nanti. Agar lengkaplah ibadah Ramadhan puasa kita tidak ”digantung”
Mumpung belum terlambat, mari kita persiapkan kembali bekal kita untuk Ramadhan kita kali ini. Siapa tahu ini akan menjadi Ramadhan kita.
mr

Thursday, September 06, 2007

Observasi di Perkampungan Budaya Betawi

lensadarbi.blogspot.com
Jakarta Selatan, 30 Agustus 2007
SDIT Darul Abidin mengunjungi salah satu tempat wisata sekaligus Perkampungan Budaya Betawi sebagai satu kawasan di Jakarta Selatan dengan komunitas yang dikembangkan budaya yaitu: kesenian, adat istiadat, kesejarahan serta bangunan yang bercirikan kebudayaan Betawi.
Fungsi Perkampungan Budaya Betawi adalah sebagai sarana pemukiman, sarana ibadah, sarana informasi, sarana seni budaya, sarana penelitian, sarana pariwisata, dan sarana lain yang menunjang proses belajar mengajar siswa- siswi SDIT Darul Abidin khususnya kelas 2. Kawasan Perkampungan Budaya Betawi terletak di Kelurahan Srengseng Swah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan dengan luas + 289 Ha.
Dalam kawasan tersebut dapat dengan mudah dijumpai akifitas keseharian masyarakat betawi seperti latihan pukul (silat beksi), ngederes, akekah, injek tanah, menjala, memancing, menjala, berdagang, sampai pada kegiatan memasak kerak telor dan masakan khas betawi lainnya seperti : sayur lodeh, tape uli, geplak, dodol, laksa, bajigur, dll.
Sebagai kawasan wisata budaya, wisata agro dan wisata air. Perkampungan Budaya Betawi memiliki potensi lingkungan alam yang asri dan sangat menarik yang sulit ditemukan ditengah hiruk pikuknya kota jakarta sangat berpotensi apabila dikelola dan ditata dengan baik dan profesional. Keindahan pemandangan alam Setu Babakan yang dikelilingi oleh hijau dan rindangnya pepohonan khas Betawi, yakni: pohon rambutan, pohon nangke lande, pohon kapuk, Melinjo, Pepaya, Pisang, Jambu, yang tumbuh sehat membumi di halaman Perkampungan Budaya Betawi sebagai obyek wisata yang lengkap dan menarik bagi masyarakat lokal dan mancanegara.
Untuk SDIT Darul Abidin sendiri, Perkampungan Budaya Betawi mempunyai peranan penting dalam tindak lanjut proses kegiatan belajar mengajar pada sekolah dasar dalam mata pelajaran Sejarah, B. Indonesia, Kesenian dan pelajaran Ekstra kurikuler seperti tari dan vokal, hal ini terbukti dengan hadirnya siswa - siswi SDIT Darul Abidin disetiap tahunnya.
Pada tahun ajaran kali ini, yang berkesempatan mengamati Perkampungan Budaya Betawi adalah siswa- siswi kelas 2 SDIT Darul Abidin, terdiri dari kelas Makkah dan Madinah dengan dibimbing oleh Bu. Wildy Sukmawati, Bu. Fauziah Syamsuddin, Bu. Zulfa dan Bu. Rani.
Acara dimulai dengan do'a bersama di pelataran SDIT Darul Abidin, dan dilanjutkan dengan bersama- sama naik mobil jemputan menuju kawasan Perkampungan Budaya Betawi, dengan penuh semangat dan ceria, mereka mengikuti roda kendaraan berputar. Sesampainya disana terjadi keriuhan luar biasa karena mereka langsung disambut dengan indahnya rumah adat Betawi (rumah Kebaya) yang dikelilingi dengan gigi balang. Lalu acara dilanjutkan dengan Upacara Pembukaan dan perkenalan dengan dua kakak pemandu, setelah itu pengamatan di wilayah pelataran dan rumah di Perkampungan Budaya Betawi, siswa- siswi SDIT Darul Abidin, diberitahu akan kebudayaan, kesenian, kebiasaan, makanan khas, pepohonan khas, minuman khas, dimasyarakat Betawi. Melihat Pemandangan Situ, Gambang Kromong, Babakan Nursery, Beli Kerak Telor, Silat Beksi sekaligus belajar silat beksi bersama dua jawara dari Betawi.
Hari semakin siang, worksheet sudah menunggu. Setelah makan kerak telor dan minum air, siswa- siswi SDIT Darul Abidin ditugaskan untuk mengisi worksheet yang berhubungan dengan Perkampungan Budaya Betawi yang telah selesai mereka amati, ditutup dengan tari dan lagu serta Upacara Penutupan, Acarapun usai dengan ditandai pemberian plakat ucapan terima kasih SDIT Darul Abidin yang diwakili oleh koordinator wali kelas 2 yaitu Bu. Wildy Sukmawati, S.Si kepada perwakilan pengelola Perkampungan Budaya Betawi.
Keceriaan yang nampak di mata dan di raut wajah siswa- siswi SDIT Darul Abidin pada field trip (kegiatan belajar mengajar luar ruang) kali inipun segera berakhir. Mereka kembali dengan penuh suka cita dan senyum sendawa.
Sampai jumpa lagi Setu Babakan.........
Mari lanjutkan petualangan kita, rajin belajar dan giat berlatih ya....
MR

Monday, September 03, 2007

Selamat Untuk Faldi dan Dimas

Selamat dan Sukses
untuk Dimas dan Faldi
Semoga di masa datang menjadi yang terbaik
Amiin

Semoga teman- teman yang lain dapat meneladani

depok, lensadarbi.blogspot.com