Lensa Darbi

Monday, May 07, 2007

Uian Nasional Timbulkan Kepanikan

Di Surabaya oknum guru tertangkap curi soal Bahasa Indonesia
JAKARTA -- Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Utomo Dananjaya, mengatakan Ujian Nasional merupakan kekeliruan dalam sistem pendidikan Indonesia. Metode dalam UN hanya menghasilkan murid yang pandai menghafal tapi tidak menambah kompetensi keilmuan anak. Utomo bahkan mengatakan UN bukan bertujuan meningkatkan pendidikan anak. ''Karena target UN sudah dipengaruhi pertimbangan politik," ujarnya, Ahad (15/4).
Fenomena UN, kata dia, mengakibatkan kepanikan tidak hanya di kalangan murid, orang tua murid, guru, dan kepala sekolah. Saat ini kepala daerah turut merasa malu bila hasil UN di wilayahnya tidak mencukupi kualifikasi kelulusan. Akibatnya kepala daerah membentuk tim sukses kelulusan UN. ''Bupati atau gubernur bekerja sama dengan tempat bimbingan belajar,'' paparnya. Anak, kata dia, digenjot belajar menjawab soal dan berlatih menghafalkan jawaban bukan belajar berpikir mandiri.
Standar kelulusan UN tahun ini rata-rata 5,0. Mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika (IPA) atau Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Ekonomi (IPS). Jika ada satu mata pelajaran di bawah 5, maka masih mungkin seorang siswa lulus asal nilai mata pelajaran lain minimal 6,0.
Metode seperti ini, kata dia, tidak menghasilkan perbaikan kualitas murid. "Anak-anak tidak diajak berpikir mandiri, padahal di tingkat perguruan tinggi mereka harus berpikir mandiri," tuturnya. Sementara itu materi UN untuk SMA, Madrasah Aliuyah, SMK dan sederajat dikawal ketat aparat kepolisian. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Sulsel Patabai Pabokori mengatakan, distribusi soal sudah mulai dilaksanakan Senin (16/4) dengan melibatkan petugas Polsek. Tak hanya mengawasi pelibatan petugas kepolisian ditujukan mengantisipasi daerah yang sulit dijangkau. Diknas Sulsel melibatkan tim pemantau independen dipimpin Prof Halide dari Universitas Hasanuddin.
Di Depok, panitia juga menempatkan satu tim independen di tiap lokasi ujian. ''Teknisnya, satu anggota tim akan memantau di setiap lokasi pelaksanaan UN,'' ujar Yulistiani Mochtar, bendahara Panitia UN Kota Depok, Senin (16/4). Sementara itu seorang oknum guru di Ngawi Jawa Timur tertangkap mencuri satu bundel naskah soal Bahasa Indonesia. Aksi itu terungkap ketika polisi di jajaran Ngawi melakukan pemeriksaan berita acara penerimaan soal ternyata tidak sesuai dengan jumlah yang diterima.
Awalnya, saat naskah diambil dari gudang penyimpanan di kantor Dinas Pendidikan Ngawi menuju ke Polres Ngawi, polisi tidak menaruh curiga terhadap oknum guru berinisial M. Setelah dicocokkan dengan berita acara penerimaan dan jumlah bendel soal, ternyata terdapat selisih satu bundel hilang. Disebutkan ada 25 eksemplar. Namun, setelah dilakukan penghitungan ulang ternyata jumlahnya hanya 24 eksemplar atau hilang satu eksemplar.
Setelah mengadakan penyelidikan, polisi menyergap oknum guru dari sekolah kenamaan di Ngawi. ''Bundel naskah dikembalikan,'' ujar Wakapolres Ngawi Kompol Juli Setyadi, kemarin (16/4). Sejumlah orang tua siswa juga kemarin meramaikan lokasi UN anaknya. Mereka bertanya soal standardisasi kelulusan kepada guru sekolah. Mereka puas atas sistem yang baru diberlakukan. '''Saya optimis, karena anak saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk UN besok,'' ujar Jauhari (45 tahun), kepada Republika, di Jakarta, Senin (16/4). Ia mengaku sistem yang sekaran lebih adil. Dia bercerita tahun lalu anak tetangganya tak lulus UN padahal telah diterima di Universitas Indonesia. ren/tok/edo/ina/ind/ade

No comments: