Lensa Darbi

Monday, February 26, 2007

Dunia Besar Orang Kecil




Tiap jelang Idhul Qurban, kami selalu tergentarkan oleh wasiat Nabi Muhammad: ''Tiap helai rambut ternak yang dikurbankan merupakan kebaikan.'' Kami memaknai hadits ini bahwa ibadah kurban adalah bagian dari rahmatan lil 'alamin yang ditebarkan oleh orang-orang yang bernawaitu ''Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermaslahat bagi sesamanya''.

Gugatan internal pun mencuat: Setelah 12 tahun berulang, seberapa besar kemaslahatan program THK (Tebar Hewan Kurban), terutama bagi peningkatan kesejahteraan kaum dhuafa? ''Semestinya umat Islam menekuni secara serius pertanian (termasuk peternakan tentunya), untuk memartabatkan ekonomi umat, '' demikian pesan Prof Afzalur Rahman.

Maka, ketika -alhamdulillah- kawan-kawan mulai menduplikasi THK, kami sibuk memikirkan optimalisasi kemaslahatan THK bagi segenap mata rantai yang terlibat dalam hajatan ini. Kalau dulu kurban dianggap sekadar ritual tahunan yang penyelenggaraannya bisa dipersiapkan secara ad hoc dan cepat, maka kini THK menjadi bagian dari pemikiran sehari-hari.

Senyum para pekurban, relawan, mitra, maupun mustahik, di ujung sesi penyelenggaraan THK, sudah terlampau ''biasa'' buat kami. Maaf, bukan berarti pendar kebahagiaan itu tidak berarti buat kami. Keceriaan semua mata rantai THK adalah tonikum penambah darah. Namun kami ingin senyum itu mengembang bukan cuma setahun sekali. Terutama senyum para peternak kita.

Dunia petani-peternak Indonesia adalah dunia ''besar''. Mereka warga terbesar di Indonesia yang penduduknya terbesar keempat di dunia. Potensi dan peluang besar pun membentang di hadapan mereka. Tapi, sebagian besar petani-peternak itu justru orang kecil, dengan pemilikan lahan rata-rata hanya 0,3 hektar dan ternak 2-3 ekor saja. Bandingkan dengan petani gurem di negara industri Jerman, yang menggembala puluhan ternak, menguasai sekian hektar padang gembalaan, dan mengoleksi beberapa mobil di rumahnya. Mereka betul-betul petani-peternak kelas kecil yang menekuni profesi minoritas, namun dengan kesejahteraan begitu besar.

Kata Ustadz, kufur nikmat namanya bila petani-peternak kita nasibnya tak beranjak jua. Ibarat kata, ayam mati di lumbung padi. Pasti ada sesuatu yang salah dengan kita. Entah itu keseriusan, kecakapan, maupun pemihakan.

Bila di tahun ke-13 ini THK terselenggara dengan business as usual alias ''gitu-gitu doang'', kita semua pantas merasa berdosa. Multiplier effect THK dari tahun ke tahun musti meningkat. Maka dari itu para pekurban mungkin perlu menambah jumlah kurbannya; Para mitra perlu memperpanjang rantai kemaslahatannya; Para supplier perlu lebih berbagi benefit-nya; Kawan-kawan di Kampoeng Ternak perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas gembalaannya. Dan seterusnya.

'Ala kulli hal, semua itu adalah PR buat kami, manajemen THK. Tentu dengan dukungan Anda semua pekurban, relawan, mitra, maupun doa-doa kaum mustadh'afin.

Disadur dari Dompet Dhuafa Republika

No comments: