Lensa Darbi

Saturday, November 10, 2007

Rehat Sejenak

Buat Anak- anakku yang lagi bosen dan lagi sedih,sedu sedan, gelisah daripada bingung lebih baik klik game ini mudah- mudahan dapat menghilangkan rasa gundah gulana, dan ingat jangan sampai lupa waktu beljar dan sholatnya yah....
Di viral berjudul Ballbuster ini Anda bisa memuaskan kepenatan Anda dengan menendang-nendang bola ke para pejalan kaki, kucing, burung,hantu, supir bajaj, dll. Bagusnya, game ini memiliki desain grafis yang realistik. Dilengkapi dengan sound effect yang menarik pula (rasanya seperti mendengar suara Desta di salah satu efek orang yang menjerit). Timbal baliknya, agak-agak sabar ya untuk menunggu waktu loading-nya (1 MB).

Seperti viral pada umumnya, setelah memainkan game, Anda bisa menyebarkannya via email atau instant messanger Yahoo! Dan MSN. Cobain aja! dengan mengklik link di bawah waktu dunia pada blog lensadarbi. oke. selamat nge-game, dan jangan lupa belajar yah...

dari sini

Friday, November 09, 2007

Kisah Yu Timah

Kisah yang dituturkan oleh Bpk. Ahmad Tohari yang dimuat dikolom resonansi republika yang setahun telah berlalu itu, nyata-nyata telah membuat kita malu dimata Alloh akan rezekinya yang telah kita terima selama ini.

Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah ialah salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta. Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.

Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.

Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya. Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta. Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.

Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.

Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.

”Pak, saya mau mengambil tabungan,” kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.

”O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?”

”Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.”

”Mau ambil berapa?” tanya saya.

”Enam ratus ribu, Pak.”

”Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?” Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.

”Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.”

Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.

”Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?”

”Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.”

”Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.

”Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.

Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji. Amiin

Thursday, November 08, 2007

Kisah Cinta Manusia-Manusia Langit


Author: Abu Saifulhaq Asaduddin

Cinta adalah karunia Allah. Bahkan Allah menciptakan alam semesta ini karena cintaNya. Karenanya ALAM DAN DUNIA INI ADALAH LAUTAN CINTA. Kekuatannya mampu meluluhlantahkan arogansi diri dan kerendahan materi. Maka bukan tanpa alasan seorang Saini KM menuliskan bait-bait terakhirnya dalam puisi Burung Hijau :

Saat kamu tengadah dan dengan tersipu berkata:
'Memang, yang terbaik dari diri kita layak disatukan.'
Saya pun mabuk karena manis buah berkah, dan melihat:
Malaikat menghapus batas antara dunia dan akhirat.


Ibnu Qoyyim Al jauziyah pernah berkata tentang arti sebuah cinta :
'Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya.
Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.'


Kenyataannya, SEJARAH ISLAM MENCATAT KISAH-KISAH CINTA MANUSIA-MANUSIA LANGIT DENGAN TINTA EMAS DALAM LEMBARAN-LEMBARAN SEJARAH PERADABAN. Sebuah sejarah yang mengartikan cinta bukanlah utopia dan angan-angan kosong belaka dalam sebuah potret realita.

Tak apalah meregang nyawa bagi seorang Hisyam bin 'Ash tatkala mendengar seorang saudaranya merintih kehausan dalam peperangan Yarmuk, memberikan air miliknya sementara bibir bejana hampir menyentuh bibirnya.

Atau indahnya ungkapan yang diberikan seorang sahabat yang mencintai sahabatnya karena Rabb-Nya.

Atau seorang Rasul yang memanggil umatnya takkala sakaratul maut menyapa dirinya.

Teringat episode cantik dalam sejarah seorang wanita yang rela menukar cinta dan hatinya dengan Islam sebagai maharnya. Takkala Rumaisha binti Milhan dengan suara lantang menjawab pinangan Abu Tholhah, seorang terpandang, kaya raya, dermawan dan ksatria 'Kusaksikan kepada anda, hai Abu Tholhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul Nya, sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !' Akhirnya tinta emas sejarah mencatatnya sebagai seorang ummu Sulaim yang mendidik anaknya, Anas bin Malik dan dirinya sebagai perawi hadits Rasulullah sementara suaminya menjadi mujahid dalam sejarah Islam.

Melagu hati Sayyid Qutb dalam nada angan akan sebuah keinginan. Lompatan jiwanya melebihi energi yang ada. Baginya kehidupan dunia bukanlah segalanya. Ia belokkan gelora yang ada hanya pada pencipta-Nya yang dengannya syahid menjadi pilihan hidupnya. Tiada mengapa tanpa wanita.

Gejolak gelora percintaan Rabiah dengan Rabbnya mengajarkan keikhlasan akan sebuah arti penghambaan. Tak sanggup rasanya mengikutinya yang mengharap Ridho-Nya sekalipun neraka menjadi pilihan akhir tempat tinggalnya.

Lain pula kisah sang Kekasih Allah, Nabiyullah Ibrahim ?eAlaihissalam. Sebuah kisah yang menggoreskan samudra hikmah kehidupan bagi manusia yang mengedepankan ketundukan dan kepasrahan yang terbalut cinta daripada darah daging sendiri untuk menjadi persembahan.

Adakah CINTA YANG MASIH ADA DI HATI KITA MENYAMAI ATAU BAHKAN MELEBIHI CINTA MEREKA TERHADAP APA YANG MEREKA CINTAI? Jika tidak, lantas APA YANG MEMBUAT KITA MEMBUSUNGKAN DADA DAN MENGKLAIM SEBAGAI PECINTA SEJATI HANYA LANTARAN BUNGA-BUNGA KATA TANPA MAKNA REALITA YANG KITA LONTARKAN?

Diri KITA SERINGKALI MENCARI PEMBENARAN (APOLOGI) ATAS KETIDAKMAMPUAN DAN KETIDAKBERDAYAAN DALAM MENGAKUI SEGALA KELEMAHAN YANG KITA MILIKI. Jika cinta yang mereka hadirkan dapat begitu mempesona bukan hanya karena mereka para sahabat dan shabiyah atau para Nabi dan Rasul. Perlu diingat, mereka juga adalah manusia yang mempunyai keinginan dan kecenderungan sebagaimana manusia biasa. Artinya kecintaan mereka dapat kita duplikasikan pada diri kita.

Lihatlah bagaimana SEJARAH MENCATAT KEMBALI ARTI SEBUAH CINTA ANAK MANUSIA DALAM AKHIR HAYATNYA, sebuah cinta yang dihadirkan oleh mujaddid akhir zaman, Hasan Al Banna yang mendahulukan iparnya Abdul Karim Mansur untuk diberi pertolongan justru pada saat tujuh peluru masih bersarang ditubuhnya...

Ibnu Taimiyah berkata, 'MENCINTAI APA YANG DICINTAI KEKASIH ADALAH KESEMPURNAAN DARI CINTA PADA KEKASIH.' Teori ini bukanlah teori belaka. Teori ini merupakan SEBUAH KONSEKUENSI LOGIS DARI SEBUAH CINTA. Segala daya dan upaya ?ekan menjadi tak berharga jika ia dapat menjadi serupa. Hal ini berlaku kebalikannya. MEMBENCI APA SAJA YANG DIBENCI KEKASIH ADALAH KESEMPURNAAN DARI CINTA PADA KEKASIH. Amboi, indahnya jika semua itu dilandasi atas kecintaan kepada Rabb-Nya. Dan menundukkan kecintaan lainnya karena ia hanyalah kenikmatan sesaat.

Sesungguhnya siapakah kita ini kekasihku?
Hanya setitik debu melekat di bintang mati.
Menggeliat sejenak karena embun dan matahari:
Hanya sedetik dalam hitungan tahun cahaya.
(Saini KM)

Jika saja Sapardi mengungkapkan kekuatan keinginan cintanya dengan bait-baitnya :
Aku ingin,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Sapardi Dj. D),


maka ISLAM MENGAJARKAN INDAHNYA CINTA DALAM UNTAIAN DO'A :

'Ya Alloh, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu. Telah berjumpa dalam taat pada-Mu. Telah bersatu dalam da'wah pada-Mu. Telah terpadu dalam membela syari'at-Mu. Kokohkanlah, Ya Allah ikatannya, kekalkan cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal pada-Mu. Nyalakanlah hati kami dengan ma'rifat kepada-Mu. Matikanlah ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong...'

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

*Hendaknya yang membaca memberitakan
kepada saudaranya yang lain yang belum membaca


-----------------
Original Title: Episode Cinta
Author: Abu Saifulhaq Asaduddin
Editor: Abu Aufa
Maraji': Alhikmahdotcom

Wednesday, November 07, 2007

Penerimaan Siswa Baru dimulai.....




SDIT Darul Abidin memulai acara Penerimaan Murid Baru (PMB) Tahun Ajaran 2008/2009 pada tanggal 24 November 2007 - 14 Desember 2007, Pendaftaran Murid Baru langsung dibuka pada tanggal tersebut disekretariat pendaftaran (TU) SDIT Darul Abidin, dengan Ibu Esty Tri Setiorini, Pada hari senin- Minggu Pukul 08.00 - 15.00 WIB. dengan alamat Jl. Karet Hijau No. 29 Beji Depok 16423, Telp. 021- 77200857 atau Fax: 021- 77202272 atau melalui e-mail : sdit_darbi@yahoo.co.id

Monday, November 05, 2007

NARKOBA NO! PRESTASI YES!!


Kepada siswa - siswi SDIT Darul Abidin, Budayakan hidup sehat, rajin berolahraga dan makan makanan yang bergizi, halal, dan barokah

Jauhkan Narkoba, Tingkatkan Prestasi!!!

Friday, November 02, 2007

Bukuku Hatiku

Oleh Gola Gong

yang miskin jangan bersedih
yang kaya janganlah bangga
derajat manusia di sisi Tuhannya
bukan karena hartanya….

Syair di atas adalah lagu dari Rhoma Irama, raja dangdut sepanjang masa. Bagaimana realitasnya di tanah para sultan ini?

JABATAN

Jauh panggang dari api. Ternyata yang miskin, dipaksa-paksa tidak bersedih juga, tetap saja bersedih. Bagaimana tidak sedih, kalau masuk sekolah masih saja mahal. ”Anak saya gratisnya Cuma masuk SD doang. Pas ke SMP, mesti nyediain duit ratusan ribu. Coba, gimana nggak sedih jadi orang miskin!” Terus, yang kaya apa dilarang berbangga diri? Boleh-boleh ajalah. Bang Rhoma ini bagaimana, sih? Kita cari uang ’
kan untuk jadi kaya. Setelah kaya, kita boleh dong menikmati hasilnya! Pamer sandang dan pangan serta selera kelas atas. Kalau perlu merubah penampilan dengan cara operasi plastik, agar tampak kinclong. Kalau sudah selesai urusan primer dan sekunder, boleh dong ke urusan lainnya! Untuk apa kita kaya dan raya, kalau cuma pekerjaannya duduk ongkang-ongkang kaki. Mending kalau kekayaan itu dari hasil pekerjaan profesional kita, tapi kalau kaya karena gara-gara ketiban komisi? Tidak enak juga ’
kan. Nanti dikiranya kita kaya gara-gara babi ngepet lagi. Hualah!

Nah, sekarang ’
kan sedang musim pilkadal (pemilihan kepala daerah langsung). Boleh dong yang kaya mencalonkan diri jadi kepala desa, bupati atau gubernur? Jadi, kekayaan yang kita miliki ada manfaatnya, bisa memberi nafkah kepada jasa konveksi (spanduk, stiker, kalender, dan kaos) memberi tambahan penghasilan kepada para aktivis atau akademisi (jadi tim sukses gitchu lho!) dan syukur-syukur harta kita memberi manfaat kepada orang banyak. Kalau misalnya nanti terpilih jadi gubernur, treus kekayaan kita semakin bertambah, ya wajar-wajar sajalah. Namanyanya juga hukum dagang.
Ada modal, pasti ada keuntungan.
PERPUSTAKAAN
Tapai kadang kita lupa, apakah dengan kekayaan yang kita miliki, kita sudah memberikan banyak kontribusi kepada masyarakat banyak dalam hal pendidikan? Misalnya, membangun sekolah atau memerikan beasiswa. Kontribusi sosial ini saya pikir sangatlah perlu dikemukakan terkaik dengan pilkadal di Banen ini. Sering mengemuka tim anti korupsi melakuan amanahnya, dengan mencatat daftar kekayaan dari para calon pejabat. Rata-rata yang berniat jadi pemimpin sekelas buati atau gubenur memang orang kaya. Artinya, kekayaan yang dimiliki oleh seseorang signifikan dengan jabatan politis yang diemban.

Nah, pernahkan terlintas, bahwa selain ada tim anti korupsi, juga ada tim anti non-literasi? Apakah itu? Literasi dan terasi, wahai, adakah hubungannya? Tentu saja ada. Literasi dan terasi sebenarnya selalu hadir tanpa kita sadari kehadirannya. Terasi, pasti selalu ada di antara deretan bumbu-bumbu masak lainnya seperti garam, gula, merica, dan cabe rawit. Terasi ada tapi tiada. Begitu juga dengan literasi (aksara). Dia selalu kita gunakan setiap hari, tapi sebetulnya kita tidak peduli kepadanya. Contoh nyata, literasi itu mau tidak mau selain harus berumah di institusi pendidikan semisal sekolah dan perguruan tinggi, juga berumah di gedung yang dinamakan perpustakaan. Apakah itu perpustakaan setingkat kantor,UPTD, mesjid, masyarakat, juga perpustakaan pribadi di rumah-rumah kita.

Punyakah kita yang kaya raya ini rentetan aksara yang terkumpul di dalam buku dan berumah di perpustakaan? BANTEN CERDASTerkait dengan para cagub dan cawagub Banten yang tentu kaya raya, bisakah selain daftar kekayaannya kita catat dan laporkan, juga buku-bukunya kita catat pula? Punyakah mereka perpustakaan pribadi di rumahnya? Punyakah mereka buku-buku di kantor atau ruangan kerjanya? Buku apa saja yang mereka baca? Membaca sastrakah mereka? Jika mereka bepergian membawa tas, adakah buku selalu mereka bawa? Jangan-jangan di tas Atut dan Marisa hanya ada alat kosmetik! Jangan-jangan di mobil Atut dan Marisa tidak ada buku! Jangan-jangan di ruang kerja Atut, Tryana Syam’un, Muchtar Mandala, Irsyad Djuwaeli, Zulkieflimansyah Cuma ada sofa, lukisan kaligrasfi Allah dan Muhammad, tapi tidak ada rak berisi buku.

Apa hubungannya para cagub dan cawagub dengan buku? Oh, ada banget! Silahkan saja kita kaji kinerja para pemimpin di Pemprov Banten generasi pertama ini (periode 2000 – 2004). Mulai dari gubernur yang dinon-aktifkan, Plt gubernurnya, para pejabat setingkat Asda, dan Kabironya. Juga ke para bupati di Banten, ke Kepala Dinas, ke ketua DPRD Banten dan DPRD Kabupaten! Cobalah tim anti literasi kita bentuk dan kita datangi rumah-rumah mereka. Kita catat daftar kekayaan bukunya! Adakah di rumah mereka perpustakaan pribadi? Kok, ngotot sekali dengan perpustakaan pribadi?

Pernah mendengar cerita tentang seorang Abraham Lincoln, presiden Amerika abad yang lewat? Dia adalah presiden yang peduli pada kulit hitam yang hanya lulusan SD. Dia bisa jadi presiden merangkak dari bawah. Awalnya dia kurir. Karena rajin membaca buku, dia ditawari menjaga perpustakaan. Semua buku dibacanya, hingga setiap presiden punya masalah, dialah yang sanggup menasehati presiden dan mencarikan jalan keluarnya. Dia bisa begitu, karena membaca buku. Kemudian orang-orang menyuruhnya ikut pemilihan presiden. Terpilihlah dia. Di negeri kita, Adam Malik juga contoh nyata. Dari kegermaran membaca, dia jadi menteri luar negeri, lalu jadi wakil presiden. Thomas Alfa Edison, juga lulusan SD, tapi karena getol membaca, akhirnya bisa menciptakan lampu atau bohlam. Di Banten, tampak sekali para pemimpinnya tidak menyukai buku. Padahal gelarnya berderet-deret dan aneh-aneh. Contoh nyata, di era awal Banten jadi provinsi, para petinggi di DPRD Banten ogah membangun gedung perpustakaan. Bahkan sekarang pun, rencana pembangunan gedung perpustakaan dibatalkan. Plt gubernur dan Ketua DPRDnya setali tiga uang. Lihatlah juga kebijakan-kebijakan publik atau politis yang mereka putuskan, jauh rak dari buku. Lembaga setingkat Dinas Pendidikan saja, tidak becus membangun SMA UNGGULAN yang kini berubah jadi SMA CMBBS. Kalaulah pendidikan tidak mereka jadikan sebagai proyek, tentu ceritanya jadi lain. Tapi itulah, cara berpikir mereka masih menggunakan hukum ’budaya berhitung” bukan ”budaya berpikir”.

Terus, apa maunya membentuk tim anti non-literasi? Maunya adalah, jika di rumah-rumah yang saya sebutkan di atas itu tidak ada perpustakaan pribadi, berarti mereka tidak pernah membaca buku. Kalau kenyataannya begitu, bagaimana bisa mereka menjadi pemimpin kita kalau tidak pernah membaca buku? Itu artinya, mereka termasuk yang anti literasi alias anti menuju Banten Cerdas. Kalau sudah begitu, ngapain kita memilih mereka jadi pemimpin? Terus, terus, siapa yang jadi tim anti literasi?

Tayakan saja sama KPUD, Panwaslu, dan LSM! Mereka ’
kan orang-orang pinter. Eit, jangan-jangan malah di rumh mereka juga tidak ada perpustakaan pribadi! Wealah!
*** *) Penulis adalah rakyat yang mndambakan perpustakaan megah

dari sini




Monday, October 29, 2007

PERPADA 2007???? SIAP!!!

Klik untuk perbesar gambar
lensadarbi.blogspot.com

Kepada Seluruh siswa- siswi SDIT Darul Abidin, khususnya kelas 4 sampai kelas 6, persiapkan dirimu dalam acara PERPADA 2007 (Perkemahan Pandu Darul Abidin 2007) yang akan dilaksanakan di Bumi Perkemahan Sukamantri, Bogor - Jawa Barat - Indonesia.

Tanpa persiapan yang baik, berkemah tidak akan bermakna apa- apa.
Yang jelas, tidak seorang petualang alam melakukan kegiatan untuk berkemah di alam dengan alasan untuk gagah-gagahan. Karena bukan untuk gagah-gagahan, maka sebaiknya tidak ada istilah modal nekad dalam berkemah. Bagaimanapun, gunung hutan dengan rimba liarnya, tebing terjal, udara dingin, binatang liar, kencangnya angin yang membuat tulang ngilu, malam yang gelap dan kabut yang pekat bukanlah habitat manusia modern. Bahaya yang dikandung alam itu akan menjadi semakin besar bila pendaki gunung tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam, dan navigasi yang baik.

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya berkemah. Pertama, faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar diri para peserta kemah. Cuaca, kondisi alam, binatang liar, gas beracun yang dikandung gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau meruapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar dugaan manusia. Tidak ada seorang peserta dan panitiapun yang dapat mengatur bahaya objektif itu. Namun dia dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan itu.

Diri peserta dan panitia, segala persiapan, dan kemampuannya itulah yang menjadi faktor intern, faktor kedua yang berpengaruh pada sukses atau gagalnya berkemah di hutan atau gunung. Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot tungkai dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak.

Bila tidak biasa berolahraga, Calon peserta kemah sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum perkemahan. Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai. Tingkatkan waktu dan kecepatan jogging secara bertahap pada kesempatan berikutnya. Bila kegiatan itu terasa membosankan, dapat diselingi dengan berenang. Dua olahraga itu sangat bermanfaat meningkatkan endurance dan kapasitas maksimum paru-paru menyedot oksigen (Volume O2 maximum/VO2 max). Latihan push up, sit up, pull up sebaiknya juga dilakukan untuk memperkuat otot-otot. Saking semangatnya, peserta kemah muda kerap kali ingin segera mencapai puncak, apalagi bila kegiatan itu dilakukan berkelompok.

Persaingan untuk berjalan paling cepat, paling depan, dan menjadi orang pertama memijak puncak, sebaiknya ditinggalkan. Berjalan dalam kemah di gunung yang baik justru melangkah perlahan dalam langkah-langkah kecil dan dalam irama tetap. Dengan berjalan seperti itu, peserta dapat mengatur napas, dan menggunakan tenaga seefisien mungkin. Bagaimanapun berkemah merupakan pekerjaan melelahkan. Selain itu, keindahan alam dan kebersamaan dalam rombongan, sering menggoda peserta untuk banyak berhenti dan beristirahat di tengah jalan. Bila dituruti terus, bukan tidak mungkin peserta malah gagal mencapai tempat yang dituju.

Buatlah jadwal rencana kegiatan sehingga waktu yang tersedia digunakan seefektif mungkin dalam bergiat di alam. Jadwal itu memungkinkan peserta menghitung berapa banyak makanan, pakaian, peralatan harus dibawa, dan dana yang harus disiapkan. Jadwal itu antara lain mencakup keberangkatan, jadwal dan rute perjalanan, kapan tiba di puncak, jadwal dan rute pulang, dan seterusnya. Jadwal pendakian perhari dapat lebih dirinci dengan berapa jam jatah pendakian, pukul berapa dimulai dan kapan berhenti serta seterusnya. Untuk menghindari beban bawaan terlalu berat, hindari membawa barang-barang yang tidak perlu. Misalnya, cukup membawa baju dan celana tiga atau empat stel meski pendakian memerlukan waktu cukup lama. Satu stel pakaian dikenakan saat berangkat dari rumah hingga kaki gunung dan saat pulang. Satu stel sebagai baju lapangan saat acara Out bond dan games. Satu stel yang lain sebagai baju kering yang digunakan saat berkemah. Rain coat dan payung dapat dicoret dari barang bawaan bila telah membawa ponco. Bila telah membawa lilin, cukup membawa batu batere seperlunya untuk menyalakan senter dalam keadaan darurat. Piring dapat ditinggal di rumah karena wadah makanan dapat menggunakan rantang memasak atau cangkir. Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua ke dalam ransel.

Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat di luar ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditolerir bila ditaruh di luar ransel dan diikat dengan tali webbing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda. Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang. Menaruh barang di dalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku pelajaran dalam daypack (ransel kecil yang biasa digunakan ke sekolah). Buku pelajaran, baju praktikum, kalkulator dapat kita cemplungkan begitu saja ke dalam daypack. Sebaliknya, barang-barang berkemah harus dimasukkan dalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit saat memanggul dan menghindari ruang kosong dalam ransel.

Prinsip pengepakan barang dalam ransel.
1. Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas.
2. Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan kemping dan tidur), ditaruh di bagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan(seperti jaket, jas hujan, botol air) di bagian atas.
3. Jangan biarkan ada ruang kosong dalam ransel. Contoh, manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras.

Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan berkemah adalah mengelompokkan barang menurut jenis, seperti:
a. pakaian dan kantung tidur,
b. alat memasak,
c. tenda,
d. makanan.

Bungkus kelompok-kelompok barang itu dalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari. Sebagian besar peserta kemah dan para pendaki gunung menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikkan dalam kegiatan berkemah.
Selamat Berkemah dan jangan lupa oleh- olehnya yah....
disadur dari : sini

Thursday, October 25, 2007

Telaga Hati...Pohon Tua dan Putri Qara



Telaga hati
_______________________

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas,lalu diaduk perlahan.

"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya," ujar Pak tua itu.
"Asin. Asin sekali," jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

"Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah."
Saat pemuda itu selesai mereguk air itu, Beliau bertanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar," sahut sang pemuda.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Beliau lagi.
"Tidak," jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. "Anak muda,dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya
segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah
yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan.
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Beliau melanjutkan nasehatnya.
"Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
=============================================


Pohon Tua
__________________
Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.

Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang.

Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai
berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya.
Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon,
hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?" Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang.
Hingga pada saat pagi menjelang. "Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt...cericirit...cittt," suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak
burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu... dua... tiga... dan empat
anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka,akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana.
Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

***

Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Allah memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita.
Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah ditebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati. Saat Allah memberikan cobaan
pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk
menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.

Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar.
==========================================

Putri Qara
________________________

Diceritakan bahwa Putri Qara adalah istri saudagar kaya Amenhotep, berasal dari keluarga sederhana, tapi pintar, bijaksana dan berbudi pekerti yang baik. Karena ia berasal dari keluarga yang lebih miskin dibanding dengan
suaminya, ia sering diperlakukan dengan tidak selayaknya, sampai suatu hari ia dan suaminya pergi ke desa nelayan dan melihat ada seorang nelayan yang miskin dan istrinya. Nelayan tersebut sangat miskin dan bahkan untuk membeli jala yang baru untuk mengganti jalanya yang robek pun ia tidak mampu. Istri nelayan tersebut adalah orang yang pemboros, malas dan suka berjudi, seluruh penghasilan suaminya digunakannya untuk berfoya-foya.

Melihat kenyataan seperti itu, Putri Qara berkata kepada suaminya, bahwa seharusnya istri nelayan tersebut membantu memperbaiki jala suaminya. Amenhotep, menentang pendapat istrinya, mereka berdebat, sehingga Amenhotep marah dan kemudian memanggil nelayan miskin tersebut.
Amenhotep menukarkan Putri Qara dengan istri nelayan tersebut. Putri Qara sedih karena terhina, suaminya memperlakukan seolah-olah dia adalah barang yang bisa dipertukarkan semaunya. Sang nelayan tertegun dan tidak berani membantah, karena Amenhotep terkenal kejam dan sadis karena kekayaannya.

Putri Qara rajin membantu suaminya yang baru dalam bekerja. Karena kepandaian dan kebijaksanaan Putri Qara, lambat laun sang nelayan menjadi kaya. Sampai suatu ketika ada seorang tua dengan baju compang-camping dan tidak terurus datang ke rumah Putri Qara, pelayan dirumah tersebut mengenalinya sebagai Amenhotep. Amenhotep kemudian melepas terompahnya dan meletakkan di meja kecil di sudut rumah Putri Qara. Oleh pelayan, terompah tersebut diberikan pada Putri Qara dan
menceritakan kondisi pemiliknya, sang Putri mengenali terompah tersebut dan memerintahkan pelayannya untuk memberikan pada Amenhotep baju baru, terompah baru dan 3 keping uang emas ditambah pesan : aku tidak diwarisi kekayaan tetapi budi pekerti, kebijaksanaa dan kemauan untuk bekerja.

Amenhotep menerima pemberian itu dengan penyesalan akan tindakannya di masa lalu, karena egonya dia menukar istrinya yang baik dan bijaksana dengan seorang wanita yang hanya bisa menghamburkan harta suaminya.

Cerita tersebut sederhana, tapi menyentuh karena ternyata begitu besar pengaruh seorang istri untuk suaminya.

Oleh karenanya, hai wanita dampingi dan dukunglah pria dengan bijaksana, dan hai pria perlakukanlah wanita dengan penuh kasih, karena pada setiap pria yang sukses pasti terdapat seorang wanita yang mendukungnya dengan bijaksana.

artikel dari sini

Taqabalallahu Minna Wa Minkum


Thursday, October 04, 2007

LAPORAN KEUANGAN BAKTI SOSIAL

RAMADHAN UNTUK BERHATI DAN BERBAGI
BERSAMA SDIT DARUL ABIDIN


TERIMA KASIH ATAS INFAQ DAN SHODAQOH BAPAK/ IBU DAN SISWA- SISWI
DALAM KEGIATAN BAKTI SOSIAL SDIT DARUL ABIDIN
"RAMADHAN UNTUK BERHATI DAN BERBAGI "

SEMOGA APA YANG AMAL IBADAH KITA SEMUA DITERIMA OLEH ALLAH SWT
DAN DIGANTIKAN DENGAN YANG LEBIH BAIK

Amiin

lensadarbi.blogspot.com

Tuesday, October 02, 2007

Privacy


Privacy Policy - lensadarbi.blogspot.com


Privacy Policy for lensadarbi.blogspot.com

If you require any more information or have any questions about our privacy policy, please feel free to contact us by email at acungster@gmail.com.

At lensadarbi.blogspot.com, the privacy of our visitors is of extreme importance to us. This privacy policy document outlines the types of personal information is received and collected by lensadarbi.blogspot.com and how it is used.

Log Files
Like many other Web sites, lensadarbi.blogspot.com makes use of log files. The information inside the log files includes internet protocol ( IP ) addresses, type of browser, Internet Service Provider ( ISP ), date/time stamp, referring/exit pages, and number of clicks to analyze trends, administer the site, track users movement around the site, and gather demographic information. IP addresses, and other such information are not linked to any information that is personally identifiable.

Cookies and Web Beacons
lensadarbi.blogspot.com does not use cookies.

DoubleClick DART Cookie


.:: Google, as a third party vendor, uses cookies to serve ads on lensadarbi.blogspot.com.

.:: Google's use of the DART cookie enables it to serve ads to your users based on their visit to lensadarbi.blogspot.com and other sites on the Internet.

.:: Users may opt out of the use of the DART cookie by visiting the Google ad and content network privacy policy at the following URL - http://www.google.com/privacy_ads.html

Some of our advertising partners may use cookies and web beacons on our site. Our advertising partners include .......
Google Adsense


These third-party ad servers or ad networks use technology to the advertisements and links that appear on lensadarbi.blogspot.com send directly to your browsers. They automatically receive your IP address when this occurs. Other technologies ( such as cookies, JavaScript, or Web Beacons ) may also be used by the third-party ad networks to measure the effectiveness of their advertisements and / or to personalize the advertising content that you see.

lensadarbi.blogspot.com has no access to or control over these cookies that are used by third-party advertisers.

You should consult the respective privacy policies of these third-party ad servers for more detailed information on their practices as well as for instructions about how to opt-out of certain practices. lensadarbi.blogspot.com's privacy policy does not apply to, and we cannot control the activities of, such other advertisers or web sites.

If you wish to disable cookies, you may do so through your individual browser options. More detailed information about cookie management with specific web browsers can be found at the browsers' respective websites.


LAPORAN KEGIATAN BAKTI SOSIAL

SIT Darul Abidin- Depok
lensadarbi.blogspot.com

LAPORAN KEGIATAN BAKTI SOSIAL
UNTUK BERHATI DAN BERBAGI
BERSAMA SDIT DARUL ABIDIN

Alhamdulillah, kegiatan bakti sosial DARBI Berhati dan Berbagi yang diselenggarakan oleh keluarga besar Darul Abidin telah terlaksana dengan baik.
Kami ucapkan terimakasih atas partisipasi Ayah/Bunda wali murid siswa SDIT/TKIT Darul Abidin, LSM Bulan Sabit Merah Indonesia Depok dan berbagai pihak yang turut berpartisipasi, sehingga kegiatan bakti sosial ini dapat terlaksana.

Friday, September 28, 2007

Yuk, Rame-rame Berhati dan Berbagi!

lensadarbi.blogspot.com
Kepedulian terhadap sesama yang ditunjukkan oleh siswa- siswi SDIT Darul Abidin dan guru, karyawan juga orang tua murid di sekolah dasar Darul abidin yang membuat gelaran bakti sosial, bukan suatu sikap yang ingin a pujian dari banyak orang atau sekadar menunjukkan eksistensi sekolah ini. Banyak dari guru dan orang tua (Panitia) yang ngerelain tenaga dan waktunya untuk bener-bener terjun langsung mempersiapkan acara ini dengan menyortir pakaian layak pakai, membawa bahan kebutuhan pokok (Sembako), atau uang juga mempersiapkan arena bazaar dan ruang pengobatan gratis untuk kaum dhuafa dan masyarakat sekitar SDIT Darul Abidin, mudah- mudahan kegiatan ini tulus dan ikhlas mengharap ridha Illahi apatah lagi ini bulan Ramadhan yang memang sudah Allah siapkan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan kita kepada Allah Rabb seluruh alam, tidak ada secuil pun niat untuk menyombongkan diri.

Wednesday, September 26, 2007

Ibu yang Berbahagia karena Putranya


oleh : ummi

Ummu Abdi binti Abdi Wud

Ummu Abdi memandangi putranya dengan haru. Sekilas senyuman membayang di bibirnya. Di hadapannya, sang putra yang memasuki usia remaja, Abdullah bin Masâ'ud, memperlihatkan memar di wajahnya dengan penuh kebanggaan. Betapa tidak, tadi dengan berani dia membacakan beberapa ayat dari surat Ar Rahman di hadapan Abu Jahal, Uqbah bin Abu Mu'aith, an-Naddhr bin al-Harist, dan Ubay bin Khalaf, para pembesar Quraysy yang sangat membenci ajaran Rasulullah SAW. Tak pelak, tindakan itu membuat mereka geram. Spontan mereka menampari Abdullah hingga pipinya memar dan berdarah. Peristiwa itu sempat menggegerkan Mekkah.

Kebanggaan Ummu Abdi pada anak sulungnya memang tiada pernah surut. Ada saja kejutan yang diberikan Abdullah untuknya. Hingga satu kejutan yang mengubah jalan hidup mereka.
Sebelumnya, Ummi Abdi sempat bingung memikirkan nasib keluarganya. Suaminya, Mas'ud bin Ghofil, telah lama meninggal dan tak mewariskan harta sedikitpun. Ia berjuang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya, Abdullah dan Utbah. Dan hari itu Ummu Abdi benar-benar kehabisan akal memikirkan cara mendapatkan sedikit uang untuk keperluan hidup mereka. Merasakan kesulitan sang ibu, Abdullah tak tinggal diam.'Ummi, aku bisa bekerja sebagai pengembala kambing di kota Mekkah,ujarnya. Ah, mungkin memang itu jalan keluarnya. Ummi Abdipun memberi izin pada Abdullah. Selanjutnya, Abdullah menjadi penggembala kambing Uqbah bin Mu'aith, seorang tokoh Quraisy. Ia mendapat gaji sebesar 2 dirham, yang amat besar nilainya bagi keluarga itu.

Setelah beberapa waktu bekerja, Abdullah pulang guna menyampaikan sebuah berita pada ibunya. Aku telah memeluk Islam, Ummi, kata Abdullah mantap.

Bagai petir di siang bolong, berita itu sungguh mengejutkan Ummi Abdi. Bagaimana mungkin anaknya telah jadi pengikut Muhammad, mengikuti ajaran yang paling dibenci penduduk Mekkah saat itu?

Apakah yang diserukan Muhammad? Kepada apa ia mengajak manusia?Pertanyaan beruntun ia lontarkan pada putranya.

Beliau mengajak kepada kebaikan dunia dan akhirat. Ia mengajak kepada kemuliaan akhlak, menyeru yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, dan mengajak manusia untuk menyembah Tuhan yang Esa.

Lalu, bagaimana dengan tuhan kita selama ini? Ummi Abdi masih tak yakin anaknya telah masuk Islam.
Itu hanyalah batu yang tidak dapat membahayakan dan tidak pula memberi manfaat,jelas Abdullah.

Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dijawab dengan sangat memuaskan. Mendengar semua itu, naluri kebenaran muncul pada diri Ummu Abdi. Apa yang dikatakan anaknya memang benar adanya. Pemikirannya yang mulai terbuka mendorongnya menanyakan satu pertanyaan lagi. Apa yang mesti aku lakukan untuk menjadi pengikut Muhammad?

Ucapkanlah, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya. 'Abdullah membimbing ibunya dengan haru. Akhirnya mereka bisa bersama dalam iman.

Sungguh, Ummu Abdi tak pernah berhenti bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniainya seorang putra seperti Abdullah bin Mas'ud. Anak yang telah membelanya di kehidupan dunia dan menyelamatkan kehidupannya kelak di akhirat. Di kemudian hari Abdullah bin Mas'ud menjadi salah seorang tokoh pembela Islam dan ahli tafsir kenamaan.
(Wirda Yanti)


Annida Online



Tuesday, September 25, 2007

Undangan Kajian Ramadhan



Kajian Ramadhan Akbar Interaktif

bersama Ustad Shofwan Al- Jauhari
“Gambaran Surga dan Neraka”

Rabu, 26 September 2007 (12.30 - 14.00)
Masjid Darul Abidin - Depok

Presented by :
SDIT DARUL ABIDIN

Adab Berdo’a

lensadarbi.blogspot.com

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orangyang menyombongkan diri dari dari menyembah-Ku akan masuk
neraka jahannam dalamkeadaan hina dina.”(QS,al-Mu`min:60)

“Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah maka Allah murka kepadanya.”
(HR.Tirmidzi)

Siapa yang tak pernah berdoa selama hidupnya? Pertanyaan di atas hanya
ingin mengingatkan bahwasanya sebagai makhluk yang lemah, kita pasti
memerlukan yang berKuasa atas diri ini baik ketika dalam keadaan susah
maupun senang. Hanya saja kebanyakan manusia hanya ingat kepada
Khaliqnya saat `terjepit` dengan berdoa agar cepat berlalu masalahnya.

Doa tidak sekedar takut (khauf) yang melahirkan jiwa tabah, berani dan
rasa harap (roja`) yang melahirkan jiwa yang optimis dan
menumbuhkanmotivasi tapi juga terdapat gelora cinta (mahabbah) yang
menghidupkan dan menerangi jiwa sehingga akan semakin mesra hubungan
dengan Allah sang Maha Kekasih.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka ,bertambah kuat imannya dan hanya kepada Rabb mereka
bertawakal.” (QS al-Anfal:2)

Kekuatan doa

Doa merupakan esensi jiwa yang harus disampaikan dari nurani terdalam
dengan penuh kesadaran, sehingga doa yang dilatunkan dapat melahirkan
kekuatan (energi) spiritual bagi orang yang berdoa.

Kaidah berdoa

Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar menyebutkan bahwa syarat
diterimanya doa :
1. mengkosumsi makanan halal dan
2. berusaha menjauhi perbuatan maksiat.

Dalam kitab Ihya“Ulumuddin,Imam al-Ghazali menyampaikan sepuluh metode
yang efisien dan efektif, yaitu:

1. Memilih waktu yang tepat dan memanfaatkan saat-saat mulia seperti
ramadhan,`Arafah,Jum`at dan saat sepertiga akhir di waktu sahur yang
merupakan mustajab
2. Memanfaatkan kondisi yang mustajab(terkabul) seperti kondisi
sujud,jihad,turun hujan dan diantara azan dan qamat.
3. Menghadap qiblat,menengadahkan tangan dan mengusap wajah saat
selesai.
4. Menyederhanakan suara dan menghindari suara keras.
5. Menyederhanakan bahasa doa dan lebih utama-bila takut salah
ucap-menggunakan doa alqur`an dan doa yang diajarkan atau dilakukan oleh
Nabi (doa matsurat yang diajarkan oleh Rasulullah saw.)
6. Penuh khidmat, khusyu` dan emosi jiwa.
7. Bersungguh-sungguh dalam memohon dan berharap yang disertai keyakinan
akan dikabulkan doanya.
8. Menekankan permohonannya dan dapat mengulanginya tiga kali tanpa
disertai prasangka akan lama dikabulkannya.
9. Memulai doanya dengan dzikir dan pujian kepada Allah serta shalawat
kepada Rasulullah saw.
10. Itikad tulus dan niat kuat untuk bertaubat
secara benar.

dari sini

Friday, September 21, 2007

Melacak Asal Ramadhan dan Syari’at Puasa

Kamis, 13 September 2007

Kecuali para ulama salaf, masih sedikit yang mengetahui arti dari Ramadhan dan datangnya perintah tentang puasa. Bagaimana sejarahnya?
Dalam kehidupan masyarakat khususnya kaum muslimin secara umum memang tidak aneh kaitannya Ramadhan itu dengan pelaksanaan amal ibadah yang bernama puasa. Namun masih sedikit yang mengetahui arti dari Ramadhan dan perintah puasa itu dalam meyakinkan dari hikmah kedua kata yang saling terkait itu sendiri yang tidak dapat dipisahkan. Terkecuali bagi mereka (kaum muslimin) yang menimba ilmu dari berbagai sumber para ulama salaf (terdahulu) yang penuh keikhlasan dan semangat jihadnya tak terputus karena demi materi semata. Sebaiknya alangkah sangat agung dalam keyakinan masyarakat awam (umum) untuk mengetahui hal itu. Kenapa kedua kata itu saling mengait dan tidak dapat dipisahkan? Karena perintah itu merupakan amaliyah individu bersifat perintah yang wajib dilaksanakan yang belum tentu orang lain dapat mengetahuinya, maka penegasannya pun datang langsung dari Sang Maha Pencipta agar seseorang itu benar-benar mangamalkannya. Jika tidak, Allah jualah Yang Maha Mengetahui terhadap amaliyah seseorang, Allah SWT berfirman:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS 2 Al-Baqarah: ayat 185]

Sebaiknya kita simak dari kalimat-kalimat ayat ini. Di dalam ayat ini ada kata Ramadhan yang berasal dari akar kata dasar r – m – dl, atau dalam huruf Arab terdiri dari huruf ra – mim – dlad asal kata (madli) ra-mi-dla yang berarti “panas” atau “panas yang menyengat”. Kata itu berkembang –sebagaimana biasa terjadi dalam struktur bahasa Arab– dan bisa diartikan “menjadi panas, atau sangat panas”, atau dima’nai “hampir membakar”. Jika orang Arab mengatakan Qad Ramidla Yaumunâ, maka itu berarti “hari telah menjadi sangat panas”.

Ar-Ramadlu juga bisa diartikan “panas yang diakibatkan sinar matahari”. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Ramadhan itu adalah salah satu nama Allah SWT. Dalam hal ini kalau melihat dari ayat tersebut di atas tidaklah mungkin diartikan nama Allah, karena pendapat ini memang lemah dan tidak memiliki argumentasi literal.

Itulah singkat dari pengartian istilah bulan Ramadhan diambil dari kalimat ramidla –yarmadlu, yang berarti “panas atau keringnya mulut dikarenakan rasa haus”. Keterangan-keterangan tentang lafadz Ramadhan ini disampaikan oleh Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Al-Razi (w. 721 H.) dalam kamus Mukhtarush Shihhah dan Muhammad bin Mukarram bin Mandzur Al-Mashrî (630 – 711 H.), yang terkenal dengan sebutan Ibnu Mandzur, dalam karya monumentalnya, Lisanul ‘Arab.

Sedangkan kata puasa dalam bahasa Arab disebut Shiyâm atau Shaum –keduanya sama-sama kata dasar dari kata kerja Sha-wa-ma–, yang secara etimologis berarti menahan dan tidak bepergian dari satu tempat ke tempat lain (Al-Syaukani, 1173 – 1255 H., Fathul-Qadîr). Shiyâm atau Shaum merupakan qiyâm bilâ ‘amal, yang berarti ‘beribadah tanpa bekerja’. Dikatakan ‘tanpa bekerja’ karena puasa itu sendiri bebas dari gerakan-gerakan (harakât), baik gerakan itu berupa; berdiri, berjalan, makan, minum dan sebagainya. Sehingga, Ibnu Durayd –sebagaimana dinukil dalam Al-Alusi– mengatakan bahwa segala sesuatu yang diam dan tidak bergerak, berarti sesuatu itu Shiyâm (sedang berpuasa).

Selain itu, puasa juga sebagaimana disebutkan di atas, berarti ‘menahan’ dari sesuatu pekerjaan. Dan ‘sesuatu’ perintah itu telah ditentukan oleh syari’at. Pemahaman intinya dalam syari’at, puasa memiliki pengertian tersendiri. Makna puasa yang “menahan” ini juga terlihat jelas tatkala jika menelusuri sejarah bahasa shiyâm atau Shaum.

Oleh Ibnu Mandzur, pakar sejarah bahasa Arab yang hampir tiada duanya, dalam hasil pelacakannya atas asal-muasal kata, mendefinisikan Shaum sebagai “hal meninggalkan makan, minum, menikah dan berbicara”. Definisi ini adalah definisi paling asli dan shahih dalam sejarah bahasa Arab. Juga cocok dengan keterangan Al-Qur’an, misalnya; pada kisah Sayyidah Maryam saat menjawab cemoohan-cemoohan orang-orang kepadanya.

”Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS 19 Maryam: ayat 26) Kata ‘puasa’ yang dimaksud Sayyidah Maryam pada ayat ini adalah “menahan untuk tidak bicara”.
Mengenai kata sifat ‘menahan’ menjadi titik atau letak perbedaan antara puasa dengan amal ibadah yang lainnya. Jenis apapun amal ibadah seseorang, pasti akan dapat diketahui dari sisi dhahir atau luarnya, seperti shalat, haji dan sebagainya. Tetapi, untuk mengamalkan puasa tidak bisa diketahui dan tidak bisa diperlihatkan dengan gerakan-gerakan dzahir atau fisik jenis apapun. Pantas jika Nabi Muhammad saw bersabda bahwa satu-satunya ibadah yang tidak bisa dicampuri adalah riya’ –memperlihatkan kebaikan tertentu– adalah dengan jalan puasa.

Jika memperhatikan dari keterangan-keterangan Ibnu Mandzur dan Al-Razi tersebut di atas, baik tentang arti dari Ramadhan maupun puasa, ada indikasi bahwa seolah-olah turunnya syari’at puasa, saling terkait dan bersamaan waktunya dengan kelahiran dalam bulan Ramadhan. Dalam keyakinan ilmiyahnya bisa dibenarkan, dikarenakan kedua kata itu memiliki relasi arti yang dekat dan saling bersentuhan, yaitu sama-sama ‘panas’ atau ‘kering’ yang disebabkan ‘berpuasa’.

Secara awam, ada sebuah pertanyaan yang sifatnya umum; sejak kapan pastinya bulan Ramadhan itu ada, dan sejak kapan pastinya puasa Ramadhan disyari’atkan, sehingga kedua perkataan itu mengaitkan syari’at dengan inti ma’nanya sebagai “panas, kering atau haus”? Dan sejak kapan puasa diberlakukan kepada umat manusia? Bagaimana pula dengan puasa-puasa terdahulu yang dilakukan tidak di bulan Ramadhan? Beberapa pertanyaan ini akan, insya Allah akan dibahas dengan menelaah kembali ayat Al-Qur’an yang menyangkut syari’at untuk melakukan puasa.

Di dalam ayat Al-Qur’an, Allah memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan ibadah puasa adalah terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 183 – 184, yang artinya, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” Ayat ini turun tanpa sebab tertentu, sebagaimana terjadi pada kebanyakan ayat-ayat ahkam –ayat yang berkenaan dengan hukum–, yang turun setelah ada peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi pada Nabi Muhammad saw atau para shahabat.

Kandungan ayat-ayat dalam surah Al-Baqarah ini adalah surah yang turun ketika Nabi Muhammad saw di Madinah (Madani) sebagai disebutkan sebuah informasi yang menyatakan “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”.

Pemahaman dari ayat ini di antaranya ada dua persoalan pokok yang menjadi bahan perbedaan pendapat di antara para ulama, khususnya para mufassir. Perbedaan pertama menyangkut kalimat “sebagaimana diwajibkan”. Ini menjadi persoalan karena munculnya pertanyaan; apakah kesamaan berpuasa yang diwajibkan atas kaum “sebelum kamu” adalah puasa di bulan Ramadhan, atau (kedua) kesamaan itu hanya meliputi hal syari’at berpuasa saja, sedangkan waktunya berada di bulan lain.

Titik utama dari persoalan ini, perbedaan timbul di antara dua pendapat. Yang pertama, dimotori oleh Sa’id bin Jabir ra (w. 95 H), yang cenderung mengartikan hukum tasybih (penyerupaan atau penyamaan) itu hanya pada kewajiban berpuasanya saja, dan tidak meliputi berapa lama dan pada bulan apa berpuasa. Pendapat ini berdasar pada realitas sejarah dimana masyarakat Jahiliyah masih mengenali syari’at tersebut, walaupun telah menjadi ‘sejarah’ serta tidak dilakukan di bulan Ramadhan yang sudah dikenal.

Bisa jadi pendapat ini menyandarkan kepada salah satu firman Allah SWT tentang bermacam-macamnya syari’at bagi masing-masing umat manusia, “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu --maksudnya: umat Nabi Muhammad saw dan umat-umat yang sebelumnya--, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” [QS 5 Al-Maa’idah: ayat 48].

Dan pendapat yang kedua lebih terfokus pemahaman pada lamanya hari berpuasa dan bulan yang diwajibkannya berpuasa. Pendapat kedua ini mengarahkan perhatiannya kepada ayat selanjutnya pada surah Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi, “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” [ayyâman ma’dûdât]. Dengan demikian, secara global ulama kelompok ini berpendapat bahwa puasa Ramadhan sebagaimana kaum muslimin melakukan selama ini telah diwajibkan kepada umat-umat yang terdahulu.

Dasar pendapat ini tentu banyaknya riwayat yang menjelaskan tentang hal itu, yang antara lain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Umar ra (w. 73 H), sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir (701 – 774 H) yang dalam tafsirnya memuat, bahwa Nabi saw bersabda “Puasa bulan Ramadhan telah diwajibkan oleh Allah SWT atas umat sebelum kamu”.
Keterangan pada pendapat yang kedua ini masih terjadi ikhtilaf (perbedaan), apakah selama “beberapa hari yang tertentu” [ayyâman ma’dûdât] berpuasa —yang diwajibkan pada kaum dahulu itu— adalah berupa sebulan penuh dalam Ramadhan atau bulan-bulan lainnya?

Terhadap pendapat yang kedua ini, intinya memuat ikhtilaf dua pendapat, pertama menyatakan bahwa puasa yang disyari’atkan pada ummat terdahulu adalah berupa puasa selama tiga hari pada setiap bulan. Abdullah bin ‘Abbas sa (w. 69 H) mengatakan, ”Syari’at sebelumnya adalah puasa tiga hari setiap bulan, lalu syari’at ini di-nasakh dengan syari’at yang baru, melalui surah Al-Baqarah ayat 185” (Tafsîr Zâdl Mashîr). Pendapat yang kedua mengklaim bahwa “hari-hari tertentu” yang dimaksud adalah bulan Ramadhan itu sendiri. Jadi, pada bulan Ramadhan jugalah umat-umat dahulu diwajibkan berpuasa.

Al-Suday menyatakan bahwa orang-orang Nasrani sebenarnya telah memiliki syari’at puasa di bulan Ramadhan, tetapi karena mereka merasakan berat, maka mereka kemudien merubahnya dengan berpuasa di waktu antara musim dingin dan musim panas, serta menambah beberapa hari. Beberapa hari tambahan itu dengan perincian masing-masing sepuluh hari sebelum dan sesudah bulan yang disepakati ulama mereka. Sehingga, mereka berpuasa selama lima puluh hari. Ibnu Jarir (224 – 310 H) secara lebih berani meyakini seyakin-yakinnya adanya syari’at puasa di bulan Ramadhan bagi Nasrani (Tafsîr ath-Thabari).

Sedangkan agamawan Yahudi, yang juga memiliki syari’at puasa di bulan Ramadhan, menggantinya dengan puasa sehari dalam setahun. Hal itu, dalam informasi yang dimiliki Syihabuddin Al-Âlusi (w. 1270 H), penulis Tafsîr Ruhul Ma’âni, merupakan klaimnya bahwa hari itu adalah hari tenggelamnya Fir’aun dan tentaranya di laut Merah.

Perbedaan kedua –dalam menelaah ayat syari’at puasa itu– adalah tentang siapa yang dimaksud dengan “orang-orang sebelum kamu”. Pendapat pertama mengatakan yang dimaksud adalah orang-orang ”ahlul kitâb”, yaitu mereka-mereka yang masih berpegang kepada kitab agama-agama sebelum Islam (Yahudi dan Nasrani). Pendapat kedua menyebutkan kaum Nasranilah yang dimaksud ayat itu. Sedangkan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa ayat itu memaksudkan seluruh umat-umat manusia sebelum umat Muhammad saw.

Dalam kitab Perjanjian, salah satunya di Ezra 8:21, memang diinformasikan secara indikatif adanya syari’at puasa dalam Kristen, tetapi tidak secara terperinci disebutkan apa yang dimaksud dengan puasa, selama berapa lama dan diwajibkan pada bulan apa. “Kemudien di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami”. Sampai saat ini di antaranya belum ditemukan keterangan-keterangan lain di kitab Perjanjian yang menerangkan lebih jauh tentang puasa tersebut.

Selain itu dalam konteks sejarah yang lain, syari’at puasa nampaknya benar-benar menjadi syari’at setiap ummat. Sayyidah ‘Aisyah radliyallaau ’anha menceritakan –seperti yang diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Urwah– bahwa orang-orang Quraisy biasa menjalankan puasa di bulan ‘Asyura, walaupun sehari saja. Namun sejak diutusnya Nabi Muhammad saw, puasa dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Puasa di bulan ‘Asyura masih disyari’atkan tetapi berada dalam status sunnah.

Juga masih ada riwayat lain yang menerangkan tentang syari’at puasa pada ummat dahulu. Ad-Dlahâk, dalam riwayat Ibnu Abi Hatim mengatakan, bahwa puasa pertama kali disyari’atkan di zaman Nabi Nuh ’alaihis salam, dan masih tetap berlangsung hingga zaman nabi Muhammad saw. Syihabuddin Al-Alusi (w. 1270 H), penulis Tafsir Ruhul Ma’âni, dengan dasar hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Umar itu, lebih percaya bahwa puasa Ramadhan disyari’atkan sejak Nabi Adam ’alaihis salam. Az-Zamakhsari (467 – 538 H) melalui telaahnya atas asal usul bulan Ramadhan juga menegaskan bahwa puasa adalah amal ibadah yang sudah lama [‘Ibaadah Qadiimah].

Dengan melihat dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Umar dan beberapa riwayat lain serta melihat proses turunnya syari’at yang tanpa diawali sebab-sebab tertentu serta beberapa hal lain –yang semuanya telah disinggung di atas, nampak jelas bahwa “puasa pada bulan Ramadhan” telah disyari’atkan kembali kepada manusia – tidak hanya kepada ummat Muhammad saw– setelah sebelumnya dibelokkan oleh umat-umat terdahulu.

Hal ini mafhumnya lebih bisa diterima karena kemunculan Nabi Muhammad saw adalah meluruskan dan memperkuat kembali syari’at-syari’at dari Allah yang –sebagaimana difirmankan di dalam Al-Qur’an– telah ditahrif atau diselewengkan oleh umat-umat terdahulu. Demi pelurusan dan penguatan syari’at pada era Islam saat ini berkembang melahirkan dugaan dari para sarjana Barat, bahwa syari’at agama Islam tidaklah murni melainkan mengadopsi dari agama-agama sebelumnya. Inilah yang akhirnya banyak kaum muslim terjebak dalam pemurtadan oleh pemahaman Barat.

Ikhwal mengenai kata Ramadhan, sebagaimana tersurat dalam hadits Nabi saw di atas –riwayat Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu anhu– dan juga surat Al-Baqarah ayat 185, dirasa istilah itu mengikuti budaya Arab yang sudah mengenal tradisi ber-Ramadhan. Yang maksudnya adalah, ketika Al-Qur’an atau Nabi Muhammad saw menyebut kata Ramadhan, masyarakat sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Bahkan dalam konteks struktur bahasa Arab, kata ini sudah menjadi Ism ghoiri munsharif. Yang artinya dan maksud kata itu sudah cukup terkenal dan tidak perlu lagi mengikuti qaidah-qaidah gramatikal bahasa Arab.

Inti dari singkat penjelasan di atas adalah bisa difahami dan memastikan pula bahwa bulan Ramadhan itu ada, setidaknya sejak syari’at puasa diturunkan kepada ummat manusia. Karena, arti Ramadhan itu sendiri adalah waktu dan/atau keadaan suatu hal dimana seseorang merasakan panas, mulut terasa kering dan tenggorokan terasa haus, yang dikarenakan sedang berpuasa. Sehingga dengan sendirinya dan secara otomatis, bulan atau waktu dimana orang melakukan puasa disebut bulan atau waktu Ramadhan, yaitu saat yang panas, kering dan haus.

Demikianlah sekedar telaah untuk menambah pengetahuan bahwa syari’at puasa memang sudah menjadi syari’at bagi setiap ummat manusia. Dan di antara sekian macam syari’at, hanya ibadah puasa merupakan ibadah kontemplatif. Hal ini bisa dibenarkan, karena dalam sebuah hadits Qudsy, Allah SWT telah berfirman, “Seluruh amal ibadah anak-anak keturunan Adam diperuntukkan kepada pelakunya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa adalah untukKu, dan Aku mengganjar karenanya”. Sehingga dengan pernyataan Allah SWT itu, Imam al-Qurthubi (627 – 671 H) dalam tafsirnya mengatakan bahwa ‘puasa merupakan (komunikasi) rahasia antara hamba dengan Tuhannya’. Sudah selayaknya sangat bisa diterima jika Shuhuf-nya Ibrahim ‘alaihis salam, Taurat untuk Musa ‘alaihis salam, Injîl untuk Isa ‘alaihis salam dan Al-Qur’an pun turun pertama kali pada bulan Ramadhan, bulan saat para pembebas sedang berkontemplasi. [M. Masdum Muharram, penulis sekarang di Riyad/www.hidayatullah.com]

Thursday, September 20, 2007

Album Dian Pinru PANDU SDIT Darul Abidin

lensadarbi.blogspot.com

Riang, cemas, takut, tegang, fun, berani, bertanggung jawab, mandiri dan gembira, semuanya ada disini.....

Gladian Pimpinan Regu Pandu SDIT Darul Abidin.....
Ayo bersemangat.......