Lensa Darbi

Tuesday, July 31, 2007

Indonesia, Kapten Kesebelasan Dunia





KAPTEN kesebelasan dipilih bukan hanya karena kepemimpinan dan daya organisasinya, tapi juga afdhal kalau karena ia allrounds: jangankan di saat darurat menggantikan posisi di belakang,depan atau tepi, jadi kiper pun siap.

Olimpiade fisika, biologi, berbagai invensi riset-riset sains di kalangan pelajar, Indonesia langganan juara.Teater anak-anak, Indonesia juara. Juga silakan jenis seni apa pun, jika diperlombakan di tingkat dunia, kualitas Indonesian Idol haqqulyaqin berani tanding lawan American idol.

Bikinlah riset tentang peran patriot-patriot pakar-pakar Indonesia di berbagai perusahaan dunia yang tidak diacuhkan di negerinya sendiri. Tunggulah invensi teknologi garda depan buah karya putra bangsa kita di Jepang yang akan mengubah secara radikal konstelasi pasar dunia. Bidang-bidang apa saja, silakan sebut, yang bangsa Indonesia tidak potensial untuk unggul.

Kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, ijtihad makanan,metamanajemen,kreativitas hidup, survivalisme, ketangguhan mental, kenekatan, apa saja yang bangsa lain belum tentu memiliki kemampuan semacam itu. Jumlah orang pintar dan enak mengaji di Indonesia bisa seratus kali lipat dibanding di Arab Saudi. Suruh pemuda pemudi di kampung, di kafe,restoran,dan warung, suruh nyanyi jazz, blues, country, cengkok negro terbaru, kasidah Arab klasik, modern atau apa saja.

Minta pula satu penyanyi Amerika menyanyikan ”Es Lilin” atau ”Yen Ing Tawang Ono Lintang”. Utusan masyarakat Mesir mengantarkan dana untuk Indonesia yang krisis. Begitu masuk Jakarta dia batalkan niat itu karena bengong: ”Lhomana krisisnya?”Jutaan orang lalu lalang belanja barang mewah di sana-sini,makan sedap di setiap tempat.

Dibanding Kelapa Gading saja, Kairo kalah putaran uangnya dan fasilitas kemewahannya. Ini negara mengalami krisis tak habis-habis, tapi di sana sini orang hidup mewah, makan banyak, beli ini itu tak pernah sepi. Ini negara selalu dilaporkan segera collapse, tapi tertawa dan senyum dan dadaag dadaag di sanasini, bahkan koruptor melambaikan tangan ke kamera televisi dengan senyum cerah.

Gordon Brown menonton pertunjukan satu kelompok musik Indonesia di London, kemudian di akhir acara berpidato, menganalisis, dan menguraikan: ”Musik yang barusan kita nikmati,ragam bunyinya, pola aransemennya, sikap budaya dan kemanusiaan yang melatarbelakangi proses penciptaannya, saya temukan bisa menjadi contoh formula tata dunia yang akan kita bangun bersama.

Ialah semua unsur budaya, semua lingkar bangsa- bangsa,semua agama,keyakinan dan ideologi, bersama-sama mengupayakan titik temu, peluang kerja sama, dengan semangat perdamaian dan prinsip demokrasi, membangun sebuah peradaban baru milenium semesta yang indah”.Kemudian dia menjadi Perdana Menteri Inggris. Aspirasi yang sama dipidatokan oleh Wali Kota Teramo sesudah menyaksikan pertunjukan sebuah grup musik Indonesia di kotanya.

Mengkhususkan diri pada salah satu nomor musik agak panjang yang diangkat dari lagu Kalimahpenyanyi Majdah Rumi, seorang Kristiani Lebanon, yang diaransemen menggunakan gamelan dan dengan watak serta cengkok Indonesia. ”Ini lagu Timur Tengah, disuarakan dengan logam-logam Indonesia yang masyarakat Italia masih sangat asing kepadanya, tetapi di dalam nomor itu kita sangat bisa menemukan Italia, merasakan dunia Barat dan Timur sekaligus dalam satu harmoni,menikmati hampir semua aransemen dari berbagai aliran musik.

Dunia dan seluruh umat manusia dipersatukan dalam keindahan, cinta dan semangat untuk menyatu. Bahkan, ketika gamelan membunyikan notasi Sole Mio, telinga Teramo saya merasa aneh tapi hati Itali saya menikmati keindahan yang tak kalah dibanding yang biasa kita rasakan.” Gubernur Ismailia di akhir pertunjukan musik Indonesia berpidato dengan ungkapan sufi: ”Inilah Andalusia yang hilang.Saya menangis dan andaikan boleh menawar sejarah,saya mau tidak pernah ada Perang Salib atau Perang Sabil.

Saudaraku semua dari Indonesia, kalian telah menjadi bagian dari hati kami bangsa Mesir, kalian sudah menjadi penduduk Kota Ismailia dan saya akan masuk neraka kalau ada di antara saudara-saudaraku yang tidak bergembira hatinya selama berada di Ismailia.” Kapan-kapan, kalau ada luang waktu, saya kisahkan tentang ”Kapten Indonesia” memprasastikan partitur dan demung di Conservatorio di Musica San Pietro A Majella, Napoli.

Saron Gundul Pacul di Gedung Dunia Kemlu Jerman, Berlin. Di Goumhuriyya, Kairo,tempat bersinarnya Kaukab as-Syarq, si Bintang Timur. Di Vatican, I’ll Papa I’ll Papa... Cobalah tengok masa depan dunia,di mana letak China, India, dan Indonesia. Beberapa tahun lalu,Newsweek edisi Asia mengumumkan 5 Asian Trend Makers, lima figur penggiring kecenderungan, memengaruhkan suatu gejala atau formula perilaku atau kreativitas budaya dalam skala massal, salah satunya adalah orang Indonesia.

Tapi bangsa Indonesia tergolong manusia jenis kedua: orang yang hebat tapi tak tahu bahwa dia hebat. Jenis pertama orang hebat dan tahu dia hebat. Jenis ketiga orang tak hebat tapi tahu kalau dia tak hebat.Keempat orang tak hebat dan tak tahu kalau dia tak hebat. Jenis keempat ini suatu segmen dan kelas peradaban yang semakin hari kehilangan parameter hampir di segala bidang, dan berkuasa.

Dalam pusaran itulah Indonesia menjadi semakin tidak mengerti dirinya sendiri.Ketidakhebatan saja tidak dimengerti, apalagi kehebatan. Maka si Kapten Dunia tidak pernah mengerti dirinya. Ia sangat kagum dan takut kepada Rambo, karena tidak ingat bahwa Rambo itu khayalan yang diciptakan oleh orang yang kalah. Dan ternyata, khayalan orang kalah saja cukup untuk membuat kita takut kepada orang kalah itu. *) Budayawan

EMHA AINUN NADJIB


No comments: