Lensa Darbi

Monday, May 31, 2010

Smart Camp 2010

Tuesday, May 25, 2010

Pergi ke Ancol dan Bergembira di Sekolah


oleh: Adis Zakiyya

Pagi itu Dinda bangun shubuh- shubuh, karena dia ingin pergi jalan- jalan entah kemana. Karena dia bangun paling pagi jadi dia sholat, mandi, dan makan terlebih dahulu. Ketika Dinda sudah sholat, mandi, dan makan jadi dia memutuskan untuk membangunkan ibu, ayah, dan adiknya. Setelah ibu, ayah, dan adik bangun, mereka bertiga sholat, mandi, dan makan.

Sudah jam 06.25 WIB
Dinda, dan yang lain sudah siap. Setelah mereka semua siap Dinda dan yang lain masuk ke mobilnya. Di tengah perjalanan, mereka bertemu seorang pengemis lalu Dinda memberi uang sebesar Rp. 100.000,00-. Dan pengemis itu berkata “terima kasih yaa dik, semoga amalnya diterima oleh Allah, amiin” kata pengemis itu. Setelah Dinda memberi uang pada pengemis itu, ayah berkata “kita sudah sampai Din.” kata ayah memberi tahu.
“Horee!!!! “ucap Dinda, dan adik.
Ternyata, mama ditelepon oleh temannya untuk ikut arisan, sedangkan ayah ada pertemuan bersama managernya. Untung saja aku bertemu temanku yang bernama Bella, Cindy, dan Narissa.
“Hai Bella, Cindy, Narissa kalian bersama siapa kesini??“ Tanya Dinda.
Jawab mereka bertiga ”Kami hanya bertiga saja”. Kata mereka.
Kata Dinda lagi “Oooo” jawab Dinda.
“Ehh kita ke Dufan yuuk!” seru Narissa.
“Ayuk- ayuk aja” Balas Dinda.
“Ehh kita main tornado yuk!” ajak Cindy.
“Ah aku takut naik tornado itu” kata Narissa.
“Ya sudah kita naik bianglala raksasa aja deh!” tawar Dinda.
“Oke – oke!” seru Narissa, Cindy dan Bella. Dan akhirnya mereka pun bermain bianglala raksasa dan dilanjutkan dengan permainan Star Wars.
Setelah itu mereka makan siang. Lalu mereka melanjutkan acara bermain mereka, dengan pergi kewahana istana boneka.
Setelah mereka bermain di Dufan, mereka melanjutkan berkunjung ke Gelanggang Samudera. Disana mereka menonton film 4D, menonton pertunjukkan lumba- lumba dan kuda nil, dan melihat ikan- ikan di Sea World. Di sana mereka melihat ikan Piranha, Duyung, Hiu dan masih banyak lagi.
Waktu telah menunjukkan pukul 04.00 sore.
Dan Ayah menelepon Dinda “Dinda, kamu ke mobil sekarang ya.” Kata Ayah.
“Baik yah.” Balas Dinda.
“eh teman, aku harus pulang nih, karena aku sudah ditelepone ayahku.” kata Dinda sedih.
“yah kamu sudah ditelepon sihh, padahal kan aku masih ingin main sama kamu...” jawab mereka bertiga serempak.
“ya sudah, aku ingin duluan yaa, nanti di sekolah kita bertemu lagi, daaah”
kata Dinda sambil jalan menuju mobilnya.
Ternyata, di mobil sudah ada mama, adik, dan ayah. ”Ma, aku laperr!!” kata Dinda sambil memegangi perutnya yang kosong.
“iya... nih mama punya roti coklat, kamu makan deh!” kata mama sambil menawarkan roti.
“Baiklah! Akan ku makan! Yummy!” kata Dinda yang dari tadi kelaparan. Dan akhirnya mereka pulang.
Saat sampai di rumah Dinda dan adiknya langsung tidur karena kecapaian habis bermain dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Tentunya mereka tertidur lelap dan bermimpi indah. Keesokan harinya, Dinda dan adiknya bangun pagi untuk pergi ke sekolah. Mereka sarapan dengan sandwich yang lezat beserta minuman susu Milo.
Mereka tidak lupa untuk mandi dan sholat subuh terlebih dahulu. Sambil mereka menunggu jemputan, Dinda dan adiknya membaca membaca buku KKPK, Dinda membaca buku itu yang berjudul Diary Runa sedangkan adiknya membaca buku yang berjudul Outbond pertamaku. Tak lama kemudian jemputanku pun datang menghampiri rumahku. Dan aku beserta adikku tak lupa untuk cium tangan ke-2 orang tuaku dan memberi salam.” Assalammu’alaikum mama, papa aku berangkat dulu yaa” kata aku dan adikku. “Wa’alaikum salam, hati- hati ya nak.” Balas mama dan papa.
Akupun dan adikku langsung naik ke dalam mobil jemputanku. Tak lama kemudian aku beserta yang lain turun dari mobil jemputanku, lalu menuju kelas masing- masing. Aku masuk kelas 4 C dan aku disambut oleh teman baikku yaitu Bella, Cindy, dan Narissa. “Wahh, akhirnya Dinda datang juga”. Kata mereka bertiga serempak.” Hehehe maaf yaa aku agak terlambat, karena aku tadi di jemputan agak macet, jadi maaf ya...” kata Dinda.
“Oke-oke kita maafin kamu kok, tapi hari ini aku dan Bella beserta Cindy akan belajar dengan serius” kata mereka bertiga dengan kompak. Ya sudah aku ikutin kalian saja, asal bukan ajaran sesat, hehehehehe........jawab Dinda. KRRRIIINNNNGGGGGGGG!! Bell masuk pun tiba. Aku dan semua segera Upacara Bendera. ”Narissa, Cindy, Bella, aku ingin baris dengan kalian boleh tidak??? Panggil Dinda sambil bertanya. “Boleh kok, malah boleh bangetzz, kan kamu sudah menjadi teman kita.” kata mereka dengan senang hati. “terima kasih yaa, aku lupa kalau aku sudah menjadi sahabat kamu.” Kata dinda ling-lung.
Upacara bendera pun telah selesai dan sekarang menunjukkan pukul 07.56 pagi. Aku dan mereka bertigapun segera menuju masjid untuk sholat Dhuha. Guruku berbicara “Sehabis sholat Dhuha kelas 4 ABC wajib mengumpulkan PR yang dibuat wali kelasnya masing- masing. Kata wali kelas 4 ABC. Kami bertiga berdiskusi soal PR itu ”untung saja aku sudah membawanya.” Kata kami bertiga. “Oke anak- anak, sekarang kembali ke kelas masing- masing!” Perintah pak guru.
Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 dan waktu istirahat pun tiba. Aku dan Bella, Cindy, Narissa tidak ingin jajan tetapi kami ingin bersantai di bawah pohon yang amat sejuk. Aku bersantai di sana sambil memandang langit yang indah permai itu. Bella berkata “Cindy, Dinda, Narissa langitnya indah sekali ya.” kata Bella dengan suara lembut. “Iya-ya” jawab kami dengan suara lembut juga. Aku dan teman- temanku tak berhenti menatap langit yang indah itu.
“KRRIIIIIIIINNNNGGG!!!” bel masuk pun berbunyi nyaring. Aku dan teman- teman segera menuju kelas 4 C dan memulai pelajaran Bahasa Inggris. Pak guruku datang dengan siap untuk mengajar di sini. ”Oke anak- anak, bapak akan mengajari tentang WHEN!” jadi kalian buka buku bahasa inggrisnya halaman 32!” perintah pak guru. Bapak akan menjelaskan secara detil sedetil-detilnya tentang WHEN. Jadi, WHEN ini berfungsi sebagai kata yang tadinya hanya 2 kalimat menjadi 1 kalimat. “jadi sudah jelas belum yang bapak jelaskan tadi?” Tanya pak guru. “sudah, pak guru” Jawab kami semua serempak. “Dan sekarang kalian bapak beri PR halaman 36-40 bagian A dan B saja.” Kata pak guru. Ketika pak guru itu pergi, wali kelas ku pun memberi tahu kalau sehabis ini kita langsung pulang, karena semua guru akan rapat bersama jam 12.00 WIB.
Akhirnya kami semua pun bersiap untuk pulang. Aku, Bella dan Narissa segera pulang ke rumah masing- masing. Ketika aku pulang, mama tidak ada di rumah, padahal, mama hari ini sedang tidak bekerja. Akhirnya aku bertanya pada bibi Biah” Bi, kenapa mama tidak ada di rumah?” tanyaku. “Mama sedang ada acara di tetangga blok AV/7, memang kenapa?” Balas bibi. “Ooo” jawabku singkat. “Ya sudah, bi aku tidur siang dulu ya.” Jawab ku lagi. “Yaaa.” Jawab bibi Biah singkat. Akhirnya aku pun tertidur nyenyak, tiba- tiba aku pun terbangun dari yang tadinya aku tidur jam 11.00- 04.00 jadi aku tertidur selama 5 jam lamanya. Ketika aku turun tangga ingin menuju ruang TV, aku melihat mama. “Mama habis dari mana?” Tanyaku. “Mama habis dari AV/7.” balas mama dengan langsung. ”Oooo” jawabku. Karena aku masih rada- rada mengantuk, jadi aku tidur lagi dengan nyenyak dan pasti bermimpi indah tentunya..........

~~TAMAT~~
Created by: Adis Zakiyya 4 MD

Thursday, May 06, 2010

Jepretan Photo UASBN 2010

Semoga hasil terbaik yang kalian raih, sekolah favorit digenggaman, jangan lupa terus berusaha dan berdo'a. Tegang sedih, suka duka, ceria dan bahagia kan selalu terkenang di hati kami....
Angkatan 7... BISA....mr

Wednesday, April 28, 2010

Analisis UASBN

Oleh : Dr Rochmat Wahab MA
Departemen Pendidikan Nasional menegaskan bahwa kelulusan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) ditentukan oleh sekolah. Jika ada sekolah yang menetapkan kriteria nilai kelulusan sangat rendah demi mencapai target 100% siswanya lulus, kbijakan sekolah itu tetap tidak boleh ditolak. Pernyataan ini diperkuat oleh Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Djemari Mardapi PhD, bahwa kriteria kelulusan UASBN untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan hak dan kewenangan sekolah, karena itu tidak boleh ada pemaksaan untuk penyeragaman kriteria kelulusan, kendatipun dari Dinas Pendidikan (Kedaulatan Rakyat, 28 Maret 2008). Pernyataan tersebut sekilas merupakan berita gembira, karena sekolah tidak dipatok oleh kriteria tertentu dan bebas dapat menentukan kriteria kelulusan, sehingga ketegangan yang selama ini terjadi menjadi ”reda”. 

Terlebih guru kelas VI dan kepala sekolah, bahkan orangtua sedikit terkurangi dari kekhawatiran ketidaklulusan yang menimpa peserta didik atau anaknya. Atas dasar itu, maka secara hipotetik dapat saya katakan bahwa sebagian besar SD/MI tahun ajaran 2008 akan mampu meluluskan 100% untuk UASBN. Jika penetapan kriteria kelulusan didasarkan pada pertimbangan kualitas, tentu pantas diapresiasi. Namun jika penetapan kriteria kelulusan itu hanya ingin mengejar kelulusan 100%, walau tidak boleh ditolak, sungguh kita patut prihatin. Setidaknya ada dua alasan penting yang melandasi keprihatinan ini, yaitu 1) ada ketidak-konsistensian antara istilah ujian dengan kebijakan yang dibuat, di satu sisi ujian berstandar nasional, namun pada kenyataannya berstandar sekolah, dan 2) penentuan kriteria kelulusan serendah berapapun yang dibuat oleh sekolah tidak boleh ditolak, cenderung menggambarkan bahwa tidak ada goodwillingnes untuk mendorong kualitas, padahal berbagai riset menegaskan bahwa *Bersambung hal 31 kol 3 ekspektasi yang tinggi akan kelulusan mampu memotivasi peserta didik untuk maju.

Bagaimana kalau sebagian besar sekolah menetapkan kriteria kelulusan yang rendah? Untuk menjaga konsistensi aturan yang ada dan semangat untuk menegakkan pendidikan dasar yang bermutu, sebagaimana dikuatkan oleh UURI No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 5, ayat 1 yang menyatakan bahwa ”Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, maka standar nasional untuk kelulusan SD tetap perlu dibuat dengan menentukan kriteria kelulusan minimal untuk tingkat nasional, misalnya 3.01. Dengan begitu kriteria kelulusan untuk propinsi kelas menengah, misalnya yaitu 3,26, atau propinsi kelas atas, yaitu 3,51. Misalkan DIY berada pada kelas atas, maka kriteria kelulusan SD di kab/kota di lingkungan DIY yaitu 3,51. Atas dasar itu maka kriteria kelulusan kab/kota yang berada pada kelas menengah, dapat ditetapkan dengan skor 3,76 dan kelas atas, yaitu 4,01. Jika kota Yogyakarta berada pada kelas atas, maka SD di lingkungan kota Yogya kriteria kelulusannya, yaitu 4,01. Jika SD di wilayah Kota Yogyakarta merasa dirinya unggul tentu tidak menggunakan kriteria kelulusannya 4,01, melainkan di atasnya, bisa 4,26, 4,51, atau 4,76. Dengan kata lain bahwa kebebasan yang diberikan ke sekolah seharusnya kebebasan untuk memilih kriteria di atas passing grade di wilayah kabupaten/kota di mana SD itu berada. Bukan kebebasan menentukan kriteria kelulusan yang serendah-rendahnya. Apalagi jauh di bawah kriteria kelulusan nasional. 

Di samping sekolah menentukan kelulusan berdasar prestasi akademik, yang tidak kalah penting juga aspek moral, sehingga kelulusan itu menggambarkan pencapaian keberhasilan yang lebih menyeluruh. Hal ini sangat penting sebagai bekal peserta didik untuk mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan di atasnya. Pertimbangan ini dipandang sangat bermanfaat, karena dirasakan penting sekali mengkondisikan peserta didik sedini mungkin untuk peduli kepada semua aspek, tidak hanya aspek akademik semata. Ingat, bahwa sukses akademik belum menjamin sukses karier dan atau sukses karier belum menjamin sukses hidupnya. Menurut hemat saya, untuk dapat mempersiapkan generasi mendatang lebih bermutu dan siap menghadapi tantangan zaman yang sangat demanding, kiranya kebijakan tentang penentuan kelulusan UASBN SD/MI yang dimandatkan sepenuhnya ke kepala sekolah (yang tidak bisa diganggu gugat), perlu ditinjau ulang atau jika mungkin dilakukan revisi, sehingga tidak men-discourage sekolah, peserta didik, dan orangtua, serta pihak-pihak lain yang terkait. (Penulis adalah Pembantu Rektor I UNY, Wakil Koordinator Tim Pemantau Independen Ujian Nasional (UN) Propinsi DIY, dan Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNY)-KR 

Tuesday, April 27, 2010

Super Camp Darbi....

SDIT Darul Abidin - Depok
Siswa siswi kelas enam SDIT Darul Abidin, hari senin kemarin (270410) mengadakan kegiatan pemantapan kelas  enam untuk menghadapi Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional  (UASBN) yang akan dilaksanakan pada tanggal 4-6 Mei 2010, dan Ujian Sekolah ( 7- 10 Mei 2010). 


Kegiatan yang dimaksudkan juga sebagai sarana relaksasi dan pemantapan konsep diri ini juga dimaksudkan untuk menyiapkan mental siswa- siswi yang akan menghadapi dan menerima hasil ujian tersebut. Dipandu oleh bapak ibu guru yang telah berpengalaman dan dipersiapkan untuk mengemban amanah meluluskan siswa- siswi kelas enam SDIT Darul Abidin. Mereka adalah: Ibu Rohmah Rahmawati, Ibu. Soffie, Ibu. Kasmilah, Ibu. Lis, Pak Andri, dan Pak. Ghulam. 

Dibantu oleh orang tua wali murid, bapak dan ibu guru mereka bergandengan tangan memberikan yang terbaik untuk kelas enam SDIT Darul Abidin meraih hasil terbaik dalam UASBN 2010 kali ini. Semoga hasil memuaskan dan membawa hikmah...

Jadilah Kitab Walau Tanpa Judul

KH Hilmi Aminuddin

Kun kitaaban mufiidan bila 'unwaanan, wa laa takun 'unwaanan bila kitaaban. Jadilah kitab yang bermanfaat walaupun tanpa judul. Namun, jangan menjadi judul tanpa kitab.

Pepatah dalam bahasa Arab itu menyiratkan makna yang dalam, terutama menyangkut kondisi bangsa saat ini yang sarat konflik perebutan kekuasaan dan pengabaian amanah oleh pemimpin-pemimpin yang tidak menebar manfaat dengan jabatan dan otoritas yang dimilikinya. Bangsa ini telah kehilangan ruuhul jundiyah, yakni jiwa ksatria. Jundiyah adalah karakter keprajuritan yang di dalamnya terkandung jiwa ksatria sebagaimana diwariskan pejuang dan ulama bangsa ini saat perjuangan kemerdekaan.

Semangat perjuangan (hamasah jundiyah) adalah semangat untuk berperan dan bukan semangat untuk mengejar jabatan, posisi, dan gelar-gelar duniawi lainnya (hamasah manshabiyah). Saat ini, jiwa ksatria itu makin menghilang. Sebaliknya, muncul jiwa-jiwa kerdil dan pengecut yang menginginkan otoritas, kekuasaan, dan jabatan, tetapi tidak mau bertanggung jawab, apalagi berkurban. Yang terjadi adalah perebutan jabatan, baik di partai politik, ormas, maupun pemerintahan. Orang berlomba-lomba mengikuti persaingan untuk mendapatkan jabatan, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Akibatnya, di negeri ini banyak orang memiliki "judul", baik judul akademis, judul keagamaan, judul kemiliteran, maupun judul birokratis, yang tanpa makna. Ada judulnya, tetapi tanpa substansi, tanpa isi, dan tanpa roh.

Padahal, ada kisah-kisah indah dan heroik berbagai bangsa di dunia. Misalnya, dalam Sirah Shahabah, disebutkan bahwa Said bin Zaid pernah menolak amanah menjadi gubernur di Himsh (Syria). Hal ini membuat Umar bin Khattab RA mencengkeram leher gamisnya seraya menghardiknya, "Celaka kau, Said! Kau berikan beban yang berat di pundakku dan kau menolak membantuku." Baru kemudian, dengan berat hati, Said bin Zaid mau menjadi gubernur.

Ada lagi kisah lain, yaitu Umar bin Khattab memberhentikan Khalid bin Walid pada saat memimpin perang. Hal ini dilakukan untuk menghentikan pengultusan kepada sosok panglima yang selalu berhasil memenangkan pertempuran ini. Khalid menerimanya dengan ikhlas. Dengan singkat, ia berujar, "Aku berperang karena Allah dan bukan karena Umar atau jabatanku sebagai panglima." Ia pun tetap berperang sebagai seorang prajurit biasa. Khalid dicopot "judul"-nya sebagai panglima perang. Namun, ia tetap membuat "kitab" dan membantu menorehkan kemenangan.

Ibrah yang bisa dipetik dari kisah-kisah tersebut adalah janganlah menjadi judul tanpa kitab; memiliki pangkat, tetapi tidak menuai manfaat. Maka, ruuhul jundiyah atau jiwa ksatria yang penuh pengorbanan harus dihadirkan kembali di tengah bangsa ini sehingga tidak timbul hubbul manaashib, yaitu cinta kepada kepangkatan, jabatan-jabatan, bahkan munafasah 'alal manashib, berlomba-lomba untuk meraih jabatan-jabatan. Semoga.

Red: Budi Raharjo 
Sumber: Republika